Minggu, 04 Januari 2009

Ghadir Khum dan Saqifah

Salam,

Setelah turunnya [Q.S. Al-Maidah 67], maka kemudian Rasul SAWW menyampaikan
khutbahnya, di antara isinya yaitu :
1. Memerintahkan manusia untuk berpegang pada Al-Qur'an dan mentaati Ahlul Bait Rasul (AS) sepeninggal beliau, karena keduanya tak akan pernah berpisah sampai bertemu dengan beliau di Surga (Al-Haudh). Lihat posting saya yang bertajuk "Mentaati Ahlul Bait (AS)".

2. Mengumumkan bahwa penerus kepemimpinan beliau adalah Ali (AS) dan memerintahkan seluruh manusia untuk mengikuti kepemimpinan Ali (AS) sepeninggal beliau.
Kalimat Rasul SAWW adalah :
"Siapa yang menjadikan aku pemimpinnya, maka inilah Ali pemimpinnya, Ya Allah tolonglah orang yang menolong Ali, dan Musuhilah orang yang memusuhi Ali".

Tentang pengangkatan Ali (AS) telah banyak diriwayatkan oleh segala kalangan ulama, seperti ahli hadits, ahli tarikh, tafsir, dll.

Berikut referensinya.

A. Ahli Hadits :

1. Al-Hakim, dalam "Mustadrak"
2. Adz-Dzahabi, dalam "Talkhisul Mustadrak"
3. Turmudzi, dalam "Nawadirul Ushul"
4. Muslim, dalam shohihnya
5. Nasa'i, dalam shohihnya
6. Ahmad bin Hambal, dalam musnadnya
7. Muttaqi Al-Hindi, dalam "Kanzul Ummal"
8. Ibnu Majah, dalam Sunan-nya


B. Sanad periwayatan :

110 sahabat, seperti Zaid bin Arqam, Anas bin Malik, Jabir Al-Anshori, Hudhaifah bin Usaid Al-Ghifari, Ibnu Abbas, Abu Said Al-Khudri, Ibnu Mas'ud, Abu Hurairah,.....dst.
[selebihnya pada kitab: "Al-Ghodir" oleh Al-Amini].


C. Pemikir Muslim :

1. Ibn Taimiyyah dalam "Al-Aqidatul Wasithiyyah"
2. Al-Ghazali, dalam "Siyar Al-Alamin"
3. Ibnu Al-Jauzi, dalam "Tazkirah Al-Khawas"
4. Ibnu Katsir, dalam "Al-Bidayah Wan Nihayah"

D. Ahli Tarikh :

1. Al-Ya'qubi, dalam tarikhnya
2. Ibn Abil Hadid, dalam tarikhnya
3. Thabari, dalam "Riyadh An-Nadhirah" dan "Al-Wilayah fi Thuruqi Hadits Al-Ghodir"
4. Ibnu Asakir, dalam tarikhnya
5. Ibnu Atsir, dalam "Usudul Ghobah"
6. Ibnu Abdil Barr, dalam "Al-Isti'ab"
7. Ibnu Abdu Rabbih, dalam "Al-'Iqd al-Farid"
8. Al-Jahidz, dalam "Utsmaniyyah"
9. Ibn Katsir, dalam Tarikh-nya
10. Ibnu Abi Hatim.
11. Ibn Mardawaih.

E. Ahli Tafsir :

1. Fakhrur-Razi, dalam tafsirnya
2. Abu Ishaq Ats-Tsa'labi, dalam tafsirnya
3. Suyuthi, dalam "Al-Hawi lil Fatawi"

F. Penyair Muslim :

1. Hasan bin Tsabit Al-Anshori
2. Abu Tamam At-Tha'iy
3. Al-Kumait Al-Asdiy

Sumber-Sumber Rujukan lain :
1. Al-Hamid Al-Husaini, dalam "Imamul Muhtadin", penerbit Yayasan Al-Hamidiy.
2. KH. Abdullah Bin Nuh, dalam "Keutamaan Keluarga Rasulullah SAW", penerbit Toha Putra.

Saat terjadi peristiwa Ghodir Khum, dimana Ali bin Abi Tholib dinobatkan sebagai Pemimpin kaum muslimin, maka Abubakar dan Umar mengatakan :
"Selamat untukmu wahai putera Abi Tholib. Kini engkau adalah pemimpinku dan pemimpin kaum mukmin dan mukminat"

Ref. ahlusunnah :
1. Ahmad, dalam Musnad, jilid 4, hal. 281.
2. Al-Ghazali, dalam "Siyar Al-Alamin".
3. Ibnu Al-Jauzi, dalam "Tarikh Al-Khawas".
4. Thabari, dalam "Riyadh An-Nadzirah".
5. Muttaqi Al-Hindi, dalam "Kanzul Ummal".
6. Tafsir Ar-Razi.
7. Ibnu Katsir, dalam "Al-Bidayah Wan Nihayah".
8. Tarikh Ibnu Asakir.
9. Habib Al-Hamid Al-Husaini, dalam "Imamul Muhtadin".
dll.

Berdasarkan keterangan saya di atas dan posting sebelumnya. Bahwa Rasul SAWW (atas perintah Allah SWT) telah mengangkat Imam Ali (AS) sebagai penggantinya.
Yang hal ini diketahui oleh Abubakar dan Umar serta semua sahabat. Bahkan mereka memberikan selamat pada Imam Ali.

Sehingga kalau kemudian terjadi peristiwa Saqifah, jelas ini bertentangan dengan wasiat dan ketentuan Rasul SAWW tersebut. Sehingga tidak ada alasan lain selain alasan politik.

Pertemuan tersebut terjadi saat keluarga Rasul SAWW masih sibuk mengurusi jenazah Rasul SAWW.

Terbukti pemilihan di saqifah tersebut telah menyebabkan perpecahan di antara sahabat. Antara kubu Sa'ad bin Ubadah dan kubu Abubakar & Umar. Saat terjadi perdebatan dan keributan di situ, lalu dengan serta merta Umar mengumumkan bahwa kekhalifahan dipegang oleh Abubakar, dan yang menentangnya akan dibunuh.
Sampai akhirnya Sa'ad bin Ubadah tidak mau sholat bersama Abubakar dan Umar.

Ref. ahlusunnah :
1. Ibn Qutaibah, dalam "Tarikh Khulafa".
2. Ibnu Hisyam, dalam "Siroh Nabawiyyah".
3. Abubakar Al-Jauhari, dalam "Saqifah".
dll.

Namun kemudian setelah peristiwa Saqifah tersebut, Umar sendiri mengatakan bahwa pemilihan Abubakar di Saqifah oleh beberapa sahabat tersebut adalah "faltah" (kesalahan), dan yang mengulangi cara bai'at tersebut mesti dibunuh, atau paling tidak bai'at-nya tidak sah (tidak diakui). Atau istilah lain, faltah yang terjadi sebagaimana faltah-nya jahiliyah.

Ref. ahlusunnah :
1. Shohih Bukhori, jilid 4, hal. 127.
2. Tarikh Thabari, jilid 2, hal. 244, bab "Saqifah".

Itulah akibat pelanggaran dari perintah Allah dan Rasul-Nya, yang akhirnya justru menyebabkan perpecahan umat sampai sekarang.

Wassalaam,

Kelahiran Nabi Islam

Mata bersinar seterang cahaya matahari, kenyataan kata-kata yang keluar dari bibirnya lebih jelas dari sinar matahari, hatinya lebih segar dari bunga kebun Yatsrib dan Thaif, kebiasaan dan moralnya lebih baik dari pada cahaya bulan malam Hijaz, pikirannya lebih cepat dari angin yang kencang, lidahnya yang mempesona, hatinya yang penuh dengan cahay, putusan yang kokoh bagaikan pedang tajam dan kata-katanyayang menyenangkan keluar dari mulut. Dialah Muhammad putra Abdullah, Nabi yang berasal dari tanah Arab, Nabi penghancur berhala, berhala yang memisahkan seorang saudara dengan saudaranya yang lain, dia tidak hanya meluluhlantakkan berhala kayu dan batu tapi dia juga menghancurleburkan berhala kekayaan, kebiasaan buruk dan penyembahan pada roh nenek moyang.

Satu-satunya perkara yang pengecut Quraish inginkan adalah uang, ia harus ditransfer dari tangan pengembara Arab kekantong mereka. Sesuatu yang mereka anggap sangat berharga dalam kehidupannya adalah keuntungan atau laba, dalam mengusahakan mereka harus mengadakan perjalanan di padang pasir dengan mengendarai unta, mereka siap menghadapi kesulitan seberat apapun, setelah itu pulang ke kampung halamannya Mekkah, yang merupakan kota berhala, di mana uang adalah benda yang selalu mereka idam-idamkan.

Tiba-tiba mereka mendengar suara yang menggetarkan urat syaraf mereka, impian mereka hancur berantakan. Dunia memalingkan wajhnya sambil berkata : “Harga manusia tidak semurah yang kamu kira, keadaan pengembara Arab tidak seperti apa yang kamu pikirkan, inilah suara Muhammad”.

Orang-orang Arab pada zaman itu adalah orang yang sangat bangga dan egois, mereka menganggap orang-orang ajam (selain Arab) adalah orang yang rendah. Tidak hanya ini saja, mereka pun menilai bahwa orang Ajam adalah bukan manusia. Muhammad tidak menyetujui keyakinan mereka ini. Menanngapi sikap orang Arab ini, beliau mengatakan :”Tidak ada orang Arab yang lebih unggul dari bukan Arab kecuali kesalehannya. Tidak peduli suka atau tidak, umat manusia adalah bersaudara.”

Orang-orang mustadh’afin (tertindas), tuna wisma dan tak berdaya wajahnya terbakar oleh angin panas, masyarakat mengasingkannya dan menyesengsarakan kehidupannya. Di mata masyarakat, mereka lebih rendah dari pada butiran pasir dan kehidupannya tidak membuat orang l;ain iri hati. Sebenarnyamerekalah sahabat Nabi yang sejati, sebagaimana sahabat Nabi Isa dan orang-orang besar dunia lainnya. Demi merekalah Nabi Muhammad saaw berusaha mencegah kediktatoran, melarang perbudakan, membebaskan budak sahabatnya dan mendirikan baitul mal sehingga seluruh rakyat bisa mengambil manfaat tanpa diskriminasi. Beliau mengarahkan masyarakt untuk berusaha mencapai kesejahteraan umum. Dia menuntut orang Quraish yang merupakan kerabatnya untuk memperbaiki tindak-tanduknya, beramal saleh, serta mengerjakan sesuatu karena Allah yan telah memadukan ciptaan-Nya yan tersebar menjadi kesatuan yang lengkap.

Namun, kaum Quraish menghasut orang-orang jahiliah dan anak-anaknya sendiri untuk melempar dan mengejek beliau.

Kaum budak yang tertindas, tidak berumah dan tak mempunyai kemampuan apa-apa, di antaranya Bilal , muadzin Nabi, sangat gembira mendengar kata-kata Nabi, “Semua manusia diberi rizqi oleh Allah dan Allah sangat mencintai umat yang suka menolong makhluq-nya”. Ini adalah da’wah Muhammad.

Orang-orang yang memusuhi, melempari dan mengejeknya mendengar suara yang menggetarkan : “Bila kamu (Muhammad) berbuat kejam dan berhati keras niscaya mereka semua akan meninggalkanmu semenjak dulu. Ampunilah mereka, bermohonlah kepada Allah untuk menghapus dosa mereka dan bermusyawarahlah bersama mereka dalam masalah tertentu. Tetapi ketika kamu sudah mencapai suatu keputusan berimanlah kepada Allah. Allah mencintai orang-orang yang beriman. Inilah suara Muhammad. “

Kata-kata suci berikut ini terpatri dalam pikiran orang-orang yang berusaha berjalan menuju Allah demi kehidupan yang lebih baik, mereka siap sedia mendukung (Muhammad) dalam usaha menghancurkan penyembahan berhala dan perbuatan jahat, mereka takut kalau-kalau hak dan perbuatan baiknya tersia-sia di medan pertempuran.

Ingatlah! Jangan berkhianat, jangan menyia-nyikan amanat, jangan membunuh anak-anakmu baik laki-laki ataupun perempuan, jangan membunuh orang tua renta, jangan membunuh rahib di biara, jangan membakar pohon kurma, jangan menebang pohon dan meruntuhkan bangunan. Ini adalah seruan Muhammad.

Orang-orang Arab mendengar seruan yang menyejukkan ini dan menyebarkannya ke empat penjuru dunia. Mereka mencelup pejabat dan raja perkasa dengan permohonan ini, menjadikan persahabatan sesama umat manusia dan menguntaikannya dalan satu keyakinan, serta menciptakan hubungan antara manusia dan Tuhannya.

Naungan Muhammad tersebar sedemikian rupa sehingga seluruh isi dunia menjemput kedatangannya, negeri-negeri dari timur sampai barat mulai menghasilkan buah kebaikan, pengetahuan, kedamaian, dan persahabatan. Nabi Islam membentangkan tangan dan menebarkan benih-benih persahabatan dan persaudaraaan ke seluruh dunia. Olah karena itu, pengikut Muhammad ada di mana-mana. Satu di antara mereka mungkin ada dari Paksitan dan ada yang lainnya dari Spanyol, tapi walaupun demikian mereka menduduki derajat yang sama. Nabi tetap menghormati dan menghargai orang-orang Timur yang sampai saat ini masih memegang teguh mahkota kerajaan.

Panggilan Muhammad adalah panggilan persaudaraan. Ia menghentikan tangan para penguasa yang berusaha merenggut harta warganya dan menyamakan hak azasi manusia. Dalam agama yang dia anut, tidak ada diskriminasi antara orang kecil, pejabat, warga negara, orang Arab dan orang ajam karena mereka semua adalah hamba Allah, hanya Allah-lah yang memberi rizqi kepada mereka.

Suara mulia ini mampu memerdekakan perempuan dari penindasan laki-laki, membebaskan para pekerja dari ketidakadilan pemilik modal (kapitalis) dan melepaskan budak dari ketaatan yang berlebihan kepada tuannya. Islam menentang Plato dan para filosof lainnya yang mencabut hak sosial para pekerja hanya karena pekerjaannya yang hina, mereka membagi masyarakat ke dalam kelas-kelas, sebaliknya Nabi Islam mendorong manusia berpartisipasi dalam urusan pemerintah, beliau mengharamkan riba dan eksploitasi manusia oleh yang lainnya.

Makhluk yang murah hati ini adalah pribadi agung yang menaburkan berkah pada umat manusia, yang melenyapkan kesesatan, karenanyalah nilai kehidupan menjadi dan mulia, kebebasan menjadi perkara yang besar, serta realitas atau kenyataan menjadi terangkat, dialah Muhammad saaw.

Nabi Muhammad itu menjadi suari tauladan, dasar bagi hubungan sosial kemasyarakatan, alasan bagi orang yang menapaki jalannya, kebenaran yang menjelaskan mana yang baik dan mana yang salah. Tidak pernah kita melihat manusia yang tercerahkan ini di muka bumi, yang diriya sendiri menderita dan mengalami kesakitan tetapi memberi berkah dan membahagiakan orang lain tersebut. Tidak pernah pula kita melihat penguasa yang tak pernah makan kenyang bila rakyat sekelilingnya kelaparan, tidak mau mengenakan pakaian yang bagus bila yang lain berpakaian jelek, tidak mau mengumpulkan kekayaan karena banyak orang miskin di sekitarnya. Demikianlah kajian historis singkat yang dikemukakan oleh seorang penulis Barat, bernama George Jordac. Memang, Nabi mulia ini merupakan satu-satunya manusia terbesar yang telah mempengaruhi sejarah peradaban manusia sepanjang zamannya. Allahumma shalli ‘ala Muhammad wa aali Muhammad.

Dan Manusia Suci itu Lahir...

SETIAP pergantian zaman selalu diikuti dengan lahirnya tokoh-tokoh besar, yang besar tidaknya ditentukan oleh perannya dalam menciptakan proses peru-bahan sosial dalam masyarakat. Menurut ‘Ali Syari’ati, ada tiga hal yang perlu diamati untuk mengenal ketoko-han setiap pemimpin dunia.

Pertama, peran sosial dengan sistem kepribadian yang dibangunnya meng-gambarkan paradigma pandangan-dunia yang sistemik. Ajaran-ajarannya membe-rikan inspirasi dan gairah hidup bagi pembelaan nilai-nilai kemanusiaan.

Kedua, peninggalan dari ajaran-ajarannya sebagai bukti-bukti dari sejarah per-adaban yang merupakan representasi akumulatif dari di-rinya.

Ketiga, pendukung-nya merupakan hasil bentukan sistem yang berdasarkan kerangka dasar paradigma perubahan.

Di antara sosok manusia besar yang pernah hidup dalam blantika sejarah kemanusiaan adalah Na-bi Muhammad saw. Kebesarannya terbentuk karena perpaduan harmonis antara nilai Rububiyah Ilahi dengan semangat pembelaan terhadap kemanusiaan dan kealaman. Tetapi sering terjadi, tokoh besar ini dipahami secara keliru. Kesalahan itu antara lain karena latar sejarah kelahirannya yang diterima oleh masyarakat telah mengalami reduksi yang sedemikian rupa.

Dalam al-Quran, berita kelahiran nabi dan ra-sul selalu berbarengan dengan peristiwa-peristiwa spektakuler. Nabi Musa as misalnya. Sebelum kelahirannya, para ahli nujum Fir’aun meramalkan bahwa akan lahir seorang anak manusia yang akan menghan-curkan kedudukannya sebagai raja. Fir’aun segera me-ngumumkan maklumat untuk mendeteksi setiap bayi yang lahir dan memerintahkan untuk membunuhnya jika bayi itu laki-laki. Tetapi yang terjadi justru berlawa-nan dengan skenario Fir’aun. Nabi Musa malah tumbuh besar di dalam istananya, secara perlahan mengge-rogoti dan menghancurkan kekuasaannya.

Nabi ‘Isa as lahir dalam keadaan tidak me-miliki bapak, seperti dijelaskan dalam al-Quran. Mar-yam as ketika mendapat berita dari malaikat Jibril akan lahirnya seorang bayi dari rahimnya. Maryam berkata, “Bagaimana mungkin saya akan mendapatkan anak semen-tara saya tidak pernah bersuami dan saya bukanlah pelacur (pezina)”. Dengan mukjizat Allah, ‘Isa as setelah lahir segera memiliki kemampuan berbicara, memberikan pembelaan terhadap orang-orang yang akan bertindak jahat kepada dirinya dan ibunya.

Melihat peristiwa yang pernah terjadi dan di alami oleh para nabi dan rasul sebelum Muhammad, ma-ka kelahirannya dapat dipas-tikan diikuti pula oleh peristi-wa spektakuler.

Kita ketahui dari sejarah dan hadis bahwa ketika Nabi Muhammad saw lahir, dinding-dinding ista-na Khasrow retak dan mena-ranya roboh. Api di kuil-kuil persembahan Persia padam. Danau dan sawah menge-ring. Berhala-berhala yang memenuhi pelataran Ka’bah tumbang. Cahaya dari tubuh Nabi memancar naik ke langit dan menerangi semua tempat yang dilaluinya. Anusyirwan dan pendeta-pendeta Zaratustra mendapatkan mimpi yang menakutkan. Ketika lahir, Nabi kecil itu telah tersunat dan tali pusar-nya pun sudah terpotong. Saat lahir ke dunia, beliau berkata; “Allahu Akbar, al-Hamdulillah, Dia-lah Allah yang harus disembah siang dan malam.”

Peristiwa yang mengawali kelahiran setiap Na-bi tidak ada yang terjadi secara kebetulan. Semua peristiwa itu berada dalam skenario dan perencanaan Allah, khususnya yang berkenaan dengan kelahiran Nabi Muhammad baik dalam kitab Taurat maupun Injil. Allah berfirman kepada Nabi ‘Isa:

Dan ingatlah ketika ‘Isa putra Maryam berkata, “Hai Bani Israil, sesungguhnya aku adalah utusan Allah padamu, membenarkan apa yang sebelumnya dari Taurat pemberi kabar gembira dengan seorang Rasul yang akan datang sesudahku namanya Ahmad.” Maka tatkala dia datang kepada mereka dengan ketera-ngan-keterangan, mereka berkata: “Ini adalah sihir yang nyata.” (QS. 61:6).

Seandainya telah terjadi keterputusan proses transformasi pendelegasian tugas kerasulan di bumi, maka sistem kesetimbangan alam raya akan mengalami gangguan. Dan itu berarti kiamat pasti telah terjadi.

Dalam pandangan para arif dan ahli kalam, peristiwa kelahiran Nabi Muhammad saw telah “dicatat” Allah Swt sejak pertama kali Dia “merencanakan” penciptaan alam semesta. Mereka mengatakan bahwa ketika alam akan diciptakan, Allah pertama kali menciptakan Nur Muhammad. Dari Nur Muhammad kemudian Tajalliyyat Allah diturunkan ke alam semesta. Allah menciptakan alam semesta sebagai manifestasi atas kecintaannya kepada Muhammad. Karenanya konsepsi dasar penciptaan Allah diikadkan melalui tali cinta kasih Allah kepada Nur Muhammad. Kelahiran Muhammad mengalami dua periode. Periode pertama di alam arwah dan periode kedua di dunia.

Banyak riwayat hadis menyebutkan bahwa seluruh makhluk mengucapkan shalawat kepada Muhammad dan keluarganya. Dalam perjalanan Isra’ dan Mi’raj, Nabi Muhammad saw berhenti di Baitul Maqdis melaksanakan shalat dan berjamaah dengan semua nabi dan rasul. Nabi sebagai Imam. Pertemuan tersebut diawali dan diakhiri dengan menyampaikan shalawat kepadanya sebagai tanda perhormatan tertinggi yang diberikan Allah kepada Muhammad.

Sesungguhnya Allah dan malaikatNya bersalawat atas Nabi. Hai orang-orang yang beriman bersalawatlah kepadanya, dan berilah salam dengan sungguh-sungguh. (QS. 33:56)

Dengan kedudukan Nabi Muhammad saw yang mulia itu, maka proses kelahirannya dapat dipastikan sangat spektakuler.

Manusia agung tersebut hadir ketika awan gelap jahiliyah telah menutup jazirah Arab sepenuhnya. Perbuatan buruk dan haram, perang berdarah, penindasan terhadap budak dan perempuan, perampokan, pembunuhan bayi telah memusnahkan seluruh tatanan moral dan menempatkan masyarakat Arab dalam situasi kemerosotan budaya yang luar biasa.

Tapi tak dinyana bahwa di tengah kebejatan moral yang sedemikian itu ada sekelompok keluarga yang menjaga kehormatannya, harga dirinya, nilai-nilai kemanusiaannya dan transendensi imannya. Keluarga ini menata dan menjaga amanat yang digariskan oleh nenek moyangnya Nabi Ibrahim as dalam meletakkan dasar-dasar agama Tauhid. Setelah membangun “Rumah Allah” Ka’bah Ibrahim berdoa:

Dan ingatlah tatkala Ibrahim berkata (berdoa), “Ya Tuhan kami, jadikanlah negeri ini (Makkah) negeri yang aman, dan berikanlah rezeki kepada penduduknya dengan buah-buahan (yaitu) terhadap orang-orang yang beriman di antara mereka kepada Allah dan hari kemudian.” Allah berfirman: “Dan barangsiapa yang ingkar maka Aku menyenang-nyenangkannya sementara, kemudian Aku memasukkannya ke dalam azab neraka dan itulah seburuk-buruk tempat kembali.” (Ibrahim berdoa) “Ya Tuhan kami, utuslah seorang Rasul dari kalangan mereka yang akan membacakan kepada mereka ayat-ayat-Mu dan mengajarkan kepada mereka Kitab (al-Quran) dan hikmah, serta membersihkan dosa mereka. Sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.” (QS. 2: 126, 129).

Sepeninggal Ibrahim as dan Ismail as, secara temurun mereka menitipkan urusan pemeliharaan Baitullah Ka’bah ke tangan orang-orang saleh dari keturunannya. Dari merekalah datuk dan kakek Nabi Muhammad secara bergantian memelihara Ka’bah; yang kalau diurut adalah: ‘Abdullah, ‘Abd al-Muththalib, Hasyim, ‘Abd Manaf, Qushai, Kilab, Ka’ab, Lu’ai, Ghalib, Fihr, Malik, Nazar, Kinanah, Khuzamah, Mudrikah, Ilyas, Mazar, Nazar, Ma’ad bin Adnan. Silsilah inilah yang senantiasa disampaikan oleh Nabi Muhammad saw tentang datuk-datuk beliau.

Husein Haekal menggambarkan demikian indah bagaimana kepercayaan dan keyakinan tauhid kakek Rasulullah saw, ‘Abdul Muththalib, ketika menyambut kelahiran Nabi Muhammad saw.

Dalam upacara pemberian nama di hari ketujuh kelahirannya, ‘Abdul Muththalib menyembelih unta dan mengundang banyak orang. Sebagian orang bertanya ihwal pemberian nama Muhammad kepada cucunya yang keluar dari tradisi penamaan di kalangan orang Arab. Abdul Muththalib menjawab, “Aku inginkan dia menjadi orang yang paling terpuji bagi Tuhan di langit dan bagi makhluk-Nya di bumi.” Sebuah ungkapan kesadaran dan pengakuan tauhid terhadap keberadaan yang Mahakuasa.

Ketika pasukan Abrahah akan menyerang Makkah, ‘Abdul Muththalib berdoa kepada Allah sambil memeluk dan menarik tali pintu Ka’bah:

Ya Allah! kami tidak meletakkan iman kami kepada siapapun selain Engkau, untuk selamat dari kejahatan dan bencana.

Ya Allah! Tolaklah mereka dari rumah suci-Mu, musuh Ka’bah adalah musuh-Mu.

Wahai Pemberi Rezki, putuskan tangan mereka agar mereka tidak mencemari rumah-Mu. Bagaimanapun, keselamatan Rumah-Mu adalah tanggung jawab-Mu.

Jangan biarkan datangnya hari ketika salib menjadi jaya atasnya dan penduduk negeri-negeri mereka merebut negeri-Mu dan menguasainya.

Nabi saww Tidak Bermuka Masam

Surah 80 (Abasa)

Dengan nama Allah yang amat Pemurah lagi amat Mengasihani.

80:1 Dia (seorang pembesar Umayyah) berkerut muka (bermuka masam) dan berpaling (sedang dia bersama nabi).

80:2 Kerana telah datang kepadanya seorang buta (Ibn Um-Maktoom).

80:3 Tahukah kamu barangkali dia (si Buta) ingin membersihkan dirinya (dari dosa).

80:4 Atau dia (ingin) mendapat pengajaran (dari Rasul sawa) lalu pengajaran itu memberikan manfa'at kepadanya?

80:5 Adapun orang (ketua Umayyah) yang menganggap dirinya serba cukup [kaya],

80:6 maka kamu melayaninya

80:7 Padahal tidak ada (celaan) ke atasmu kalau dia tidak membersihkan diri (beriman),

80:8 Dan adapun orang yang datang kepadamu dengan bersegera,

80:9 Dan dia takut (kepada Allah),

80:10 maka kamu mengabaikannya,

80:11 Sekali-kali jangan (demikian)! Sesungguhnya ajaran-ajaran Tuhan itu adalah suatu peringatan.

Peristiwa pada turunnya surah ini adalah suatu kejadian sejarah. Suatu ketika Nabi [sawa] bersama beberapa pembesar Quraish yang kaya dari kaum Umayyah, diantara mereka adalah Uthman bin Affan, yang menjadi khalifah kemudiannya. Sedang nabi menyampaikan peringatan kepada mereka, Abdullah Ibn Umm Maktoom yang buta dan seorang dari para sahabat nabi [sawa] datang berjumpa dengan baginda. Nabi menyambutnya dengan hormat dan mendudukkannya dekat dengan baginda. Bagaimanapun baginda tidak terus menjawab soalan yang ditanyakan olehnya, kerana baginda sedang bercakap dengan pembesar Quraish.

Oleh karena Abdullah miskin dan buta, pembesar Quraish memandang rendah kepadanya, dan tidak suka kepada sanjungan dan kehormatan yang diberikan kepadanya oleh nabi [sawa]. Mereka juga tidak suka dengan kehadiran sibuta diantara mereka, dan menganggu perbualan mereka dengan nabi [sawa]. Akhirnya seorang dari pembesar Umayyah [iaitu Uthman bin Affan] berkerut muka pada Abdullah dan berpaling dari dia.

Perbuatan pembesar Quraish ini telah membuat Allah murka, dan Dia telah menurunkan Surah 80 [Abasa] melalui Jibril pada masa itu juga. Surah ini menyanjung kedudukan Abdullah walaupun dia miskin dan buta. Di dalam 4 ayat pertama, Allah mengecam tindakkan buruk pembesar Quraish. Dan di dalam ayat-ayat yang berikutnya, Allah memperingatkan nabiNya [sawa] bahawa menyampaikan kepada yang kafir tidaklah perlu jika si kafir tidak berhasrat untuk membersihkan diri dan menyakiti pula orang yang beriman, kerana tidak mempunyai kekayaan dan kesehatan [cacat].

Terdapat beberapa pengulas sunni yang meletakkan moral nabi [sawa] jauh lebih rendah dibawah purata manusia umum, dan menuduh baginda menghina Abdullah, dan dengan itu, mereka cuba mengatakan bahawa baginda tidak terlepas dari bermoral dan berkelakuan yang rendah. Sedangkan yang menghina simiskin adalah si pembesar Umayad yang masih bukan muslim, atau baru sahaja mengabungkan diri dengan para sahabat
[iaitu Uthman]. Dan bahkan sebahagian manusia demi untuk membersihkan nama Uthman dari perangai yang sedemikian, telah tidak teragak-agak menuduh nabi [sawa] pada kelakuan tersebut, dan dengan itu telah merendahkan moral nabi dan memuji Uthman. Memutar belitkan kejadian yang sedemikian telah dilakukan oleh Umayad semasa pemerintahan
mereka, melalui Penyampai yang digajikan. Telah diketahui umum bahwa Umayad adalah musuh keluarga nabi [sawa] dan juga Islam, dengan itu, tidak wajarlah bagi ketua mereka, Uthman, telah diberikan teguran di dalam al-Quran, dari itu para ulama yang berkerja untuk Umayad telah disuruh menulis yang ayat itu telah diwahyukan pada menegur nabi
[sawa], bukannya Uthman. Pendustaan secara terang-terangan ini adalah untuk memelihara kemuliaan Uthman dengan harganya pada menghina ketua para-para nabi. Ini adalah pendapat dari sebahagian pengulas sunni:

Telah dikatakan bahawa ayat ini diturunkan mengenai Abdullah Ibn Maktoom, dia adalah Abdullah Ibn Shareeh Ibn Malik Ibn Rabi'ah al-Fihri dari suku Bani 'Amir Ibn Louay. Para mufassir banyak meriwayatkan bahawa ketika itu dia datang kepada Pesuruh Allah apabila baginda sedang cuba menyampaikan dakwah Islam kepada manusia-manusia itu: al-Walid bin al-Mughirah, Abu Jahl Ibn Husham, al-Abbas Ibn Abd al-Muttalib, Umayyah bin Khalaf, Utbah dan Syaibah. Si buta itu berkata: `Wahai Pesuruh Allah, bacakan dan ajarkan kepada ku, apa-apa yang Allah telah ajarkan kepada kamu.' Dia berterusan memanggil kepada nabi dan mengulangi permintaannya, dengan tidak diketahuinya bahawa nabi sedang sibuk mengadap mereka-mereka yang lain, sehinggalah kebencian kelihatan pada wajah pesuruh Allah kerana telah diganggu. Nabi berkata kepada dirinya bahwa pembesar-pembesar ini
akan berkata, yang pengikutnya adalah orang-orang buta dan juga hamba abdi, maka baginda berpaling dari diri dia [si buta], dan menghadap kepada pembesar-pembesar yang dengannya baginda berbicara. Kemudian ayat itu diwahyukan.

Selepas itu Rasulullah [sawa] akan selalu melayaninya dengan baik dan jika baginda melihatnya, baginda akan berkata, kesejahteraan bagi dirinya yang mana Tuhanku telah menegur ku dengan dirinya.' Baginda akan bertanya jika dia memerlukan apa-apa, dan dua kali dia ditinggalkan di Madinah sebagai pemangku baginda ketika ada peperangan.

Ulasan oleh sunni yang diatas telah juga dinyatakan di dalam "al-Durr al-Manthoor", oleh al-Suyuti, dengan ada sedikit perbezaan. Abul Ala Maududi seorang lagi pengulas al-Quran dari sunni, yang mempunyai pandangan sederhana. Ini ada perterjemahannya untuk ayat 80:17 :

-Disini kecaman telah ditujukan terus kepada yang kafir, yang tidak mengindahkan kepada pengkhabaran kebenaran. Sebelum ini, semenjak mula surah sehingga ke ayat 16, ianya ditujukan walaupun kelihatan kepada nabi [sawas], tetapi yang sebenarnya bertujuan mengecam mereka yang kafir. (Rujukan: Tafsir al-Quran, oleh Abul Ala Maududi, halaman
1005, dibawah ulasan ayat 80:17 (Islamic Publications (Pvt.), Lahore)

Bagaimanapun, yang sebenarnya, al-Quran TIDAK memberikan sembarang bukti bahwa orang yang berkerut muka pada si Buta adalah nabi [sawa], dan tidak juga mengatakan kepada siapa ditujukan. Di dalam ayat al-Quran di atas Allah awj TIDAK mengatakan kepada nabi sama ada dengan nama atau darjah [iaitu Wahai Muhammad, atau Wahai Nabi atau Wahai Rasul] Lebih-lebih lagi terdapat pertukaran gantinama `dia' di
dalam dua ayat pertama kepada `kamu' di dalam ayat yang berikutnya diSurah tersebut. Allah TIDAK mengatakan:

`Kamu berkerut muka (bermuka masam) dan berpaling'. Bahkan Allah berfirman:

80:1 Dia (seorang pembesar Umayyah) berkerut muka (bermuka masam) dan berpaling (sedang dia bersama nabi).

80:2 Kerana telah datang kepadanya seorang buta (Ibn Um-Maktoom).

80:3 Tahukah kamu barangkali dia (si Buta) ingin membersihkan dirinya (dari dosa).

Walaupun jika kita menganggap bahawa `kamu' di dalam ayat yang ketiga ditujukan kepada nabi [sawa], maka dengan ini jelaslah dari tiga ayat yang diatas bahawa perkataan `dia' [orang yang berkerut muka] dan `kamu' menunjukkan dua individu yang berlainan. Dua ayat yang berikutnya juga menyokong kata-kata itu:

80:5 Adapun orang (ketua Umayyah) yang menganggap dirinya serba cukup [kaya],

80:6 maka kamu melayaninya

80:7 Padahal tidak ada (celaan) ke atasmu kalau dia tidak membersihkan diri (beriman).

Dari itu orang yang berkerut adalah yang lain (bukan) dari nabi sendiri disebabkan oleh perbezaan yang nyata diantara `dia' dengan `kamu'. Di dalam ayat 80:6 Allah berfirman kepada nabiNya [sawa] dengan mengatakan bahawa, menyampaikan kepada ahli Quraish
yang sombong, yang berkerut muka kepada si Buta tidak ada faedahnya, dan tidak perlu diutamakan dari menyampaikan kepada sibuta, walaupun si buta datang kemudian. Sebabnya adalah, menyampaikan kepada sesaorang yang tidak mahu mensucikan dirinya [sehinggakan dia berkerut muka kepada orang yang beriman] tidak akan ada hasilnya.

Namun demikian tidaklah juga mungkin dhamir mukhatab (lawan bicara) ayat ini ditujukan kepada Rasulullah [sawa] sebab beliau [sawa] baru sahaja mendapatkan wahyu dari Allah SWT dalam Surah 53: 33, supaya menjauhi orang-orang yang berpaling dari peringatan Allah dan mereka hanya menginginkan kehidupan duniawi sahaja. Ayat tersebut
menyatakan:"Maka apakah kamu melihat orang yang berpaling ?(Apa-raaitalazhi tawalla)". Mustahil peringatan ini di langgar oleh Nabi [sawa]. Apabila ditinjau dari ilmu nahu, maka mendahulukan harf jarr atau isim majrur memiliki arti pengkhususan (ikhtisah). Maka lebih
layaklah jika dhamir ayat di atas ditujukan khusus kepada pembesar Quraisy berkenaan iaitu al-Walid bin Mughirah yang terkenal mempunyai motivasi seperti itu.

Lebih-lebih lagi, berkerut muka bukanlah dari keperibadian atau tingkah laku nabi [sawa], walaupun terhadap musuhnya, apa lagi jika terhadap mereka yang beriman yang ingin mendapat petunjuk! Sesaorang mungkin boleh bertanya, bagaimana nabi [sawa] yang telah dikirimkan kepada manusia sebagai RAHMAT boleh berkelakuan dengan begitu keji,
sedangkan orang yang mempunyai iman yang sederhana, tidak berperangai dengan yang sedemikian? Tuduhan itu juga bertentangan dengan keterangan mengenai moral dan etika suci nabi [sawas] yang dikatakan oleh Allah sendiri:

`Sesungguhnya kamu (Muhammad sawa) mempunyai akhlak yang amat agung (khuluqin-azim).' [68:4]

Sesaorang yang menghina orang lain tidak berhak kepada pujian tersebut. Telah dipersetujui Surah al-Qalam [68] diwahyukan sebelum Surah Abasa [80]. Bahkan ianya telah diwahyukan selepas Surah Iqra' [96 surah yang pertama diwahyukan] Bagaimana boleh diterima bahawa Allah menganugerahkan kebesaran terhadap makhlukNya pada permulaan
kenabiannya, mengatakan bahawa dia mempunyai akhlak yang termulia, dan kemudiannya berpatah balik mengecam dan mengkritik dia terhadap sesuatu tindakkan kesalahan dari dia yang tidak bermoral.

Juga Allah SWT berfirman:

`Dan berilah peringatan saudara terdekat, dan berlemah lembutlah kepada mereka yang mengikut kamu dari kalangan yang beriman.' [26:214-215]

Telah diketahui bahawa ayat ini diwahyukan pada permulaan islam di Makah. Ayat yang sama juga boleh didapati pada penghujung ayat 15:88. Allah yang maha berkuasa, telah berkata lagi:

`Maka sampaikanlah secara terbuka apa yang kamu diperintahkan dan berpalinglah dari mereka yang musyrik.' [15:94]

Baginda telah diarahkan untuk berpaling dari mereka yang kafir di dalam ayat itu, yang diketahui telah diwahyukan pada permulaan `panggilan terhadap Islam.' [selepas tempuh secara rahsia pada mulanya]

Bagaimana boleh kita gambarkan bahawa setelah segala arahan disampaikan pada permulaannya, nabi yang agung dan mulia boleh membuat kesalahan sehingga memerlukan kenyataan pada membetulkan baginda?

Para pentafsir al-Quran dari mazhab Ahlul-Bayt berhujah bahwa, bahkan persoalan pada ayat ketiga dan keempat pada surah tersebut mengenai keraguan terhadap Abdullah mendapat faedah atau tidak dari berkata-kata dengan nabi [sawa], telah terdapat di dalam fikiran seorang dari mereka yang belum memeluk Islam, yang tidak tahu akan keajaipan sinaran cahaya terhadap Islam. Ini tidak pernah berlaku di dalam fikiran nabi [sawa] yang telah dihantar untuk menyampaikan keimanan kepada setiap seorang dan semuanya, tidak kira apa juga kedudukan mereka di dalam kalangan manusia. Berdasarkan kepada itu,
mereka merumuskan bahawa perkataan `kamu' pada ayat ketiga masih tidak ditujukan kepada nabi, bahkan ianya menunjukkan kepada salah seorang dari Umayad yang hadir, dan bahawa TIADA dari empat ayat pertama, dari surah tersebut [80:1-4] mengatakan kepada nabi [sawa] walaupun ayat yang kemudiannya dikatakan kepada nabi [sawa].

Mereka yang biasa dengan bahasa al-Quran dan membaca al-Quran Arab yang asal, sudah pasti tahu dengan tata cara penulisan al-Quran pada pertukaran diantara orang pertama, kedua dan ketiga. Terdapat banyak ayat di dalam al-Quran; Allah terus sahaja menukarkan terhadap yang diperkatakan, dan dengan begitu, biasanya tidak mudah untuk
menentukan siapa yang diperkatakan, apabila nama mereka yang diperkatakan tidak disebutkan. Itulah makanya nabi telah mengarahkan kita untuk merujuk kepada Ahlul-Bayt [as] untuk penghuraian ayat-ayat al-Quran, oleh kerana mereka `mempunyai pengetahuan yang mendalam' [3:7] dan adalah juga `Orang yang Mengetahui' [16:43; 21:7] dan mereka adalah orang yang telah disucikan, yang telah memahami pengertian maksud al-Quran [56:79]

Telah dikatakan bahawa Imam Jafar al-Sadiq [as] sebagai berkata:

Ia telah diwahyukan mengenai seorang dari kaum Umayyah, dia berada bersama nabi [sawa], kemudian Ibn Umm-Maktoom datang, apabila dia melihat beliau, dia mengejinya; menjauhkan diri, mengerutkan muka (bermuka masam) dan berpaling darinya. Maka Allah telah mengatakan, apa yang tidak disukaiNya dari tindakkan Umayyah itu.

Di dalam Tafsir Sayyid Shubbar, telah dikatakan dari al-Qummi bahawa:

Ayat itu telah diwahyukan mengenai Uthman dan Ibn Umm-Maktoom, dan dia seorang buta. Dia datang kepada Pesuruh Allah [sawa], sedang baginda bersama sekumpulan para sahabat, dan Uthman ada bersama. Rasul memperkenalkan beliau kepada Uthman, dan Uthman berkerut muka dan berpaling.

Allah yang maha berkuasa berfirman di dalam al-Quran mengenai Muhammad bahawa:

`Tidak dia berkata-kata dari kehendaknya. Itu adalah wahyu yang telah disampaikan.' [53:3-4]

Jadi bagaimana nabi [sawa] boleh mengatakan sesuatu yang menghinakan jika segala perkataannya adalah wahyu atau ilham dari Allah? !!!! Nabi TIDAK PERNAH berkata-kata dari kehendaknya. Yang menariknya adalah, ulama sunni mengesahkan bahawa Surah Abasa [80] telah diwahyukan SELEPAS surah al-Najm [53] dimana ianya telah mengatakan bahwa nabi TIDAK PERNAH berkata-kata dari kehendaknya.

Juga ayat 33:33 dari al-Quran mengesahkan bahawa Ahlul-Bayt adalah sempurna bersih dan suci. Kita semua tahu bahawa kemuliaan nabi jauh lebih tinggi dari keluarganya. Dia juga terjumlah di dalam ahlul-Bayt. Jadi bagaimana dia boleh menyakiti orang yang beriman dan terus mengekalkan kesuciannya???

Seandainya masih ada lagi tanggapan bahawa ayat itu ditujukan kepada Nabi [sawa] - sila perhatikan di dalam ayat yang diwahyukan di mana Allah berfirman:

80:7 Padahal tidak ada (celaan) ke atasmu kalau dia tidak membersihkan diri (beriman).

Maka perkataan diatas `tidak ada (celaan)' bererti bahawa apa yang nabi lakukan bukanlah satu kesalahan.

Juga apabila Allah berfirman: Menyampaikan kepada mereka, tidaklah perlu JIKA pembesar Quraish itu tidak mahu mensucikan diri. Pada mulanya Nabi [sawa] tidak tahu bahawa ketua kaum Quraish akan mengerutkan muka pada si Buta, dengan itu, syarat `jika' belum dilaksanakan, dari itu nabi perlulah menyampaikan peringatan sebelum peristiwa mengerutkan muka itu berlaku [kerana nabi sedang berucap dengan Quraish apabila si buta sampai]. Dan sebaik sahaja pembesar Quraish mengerutkan muka, nabi berhenti dari menyampaikan peringatan, dan ayat itu diwahyukan. Sebagaimana yang kita boleh lihat, apa yang nabi [sawa] lakukan adalah melaksanakan tanggong jawabnya saat demi saat.

Peringatan itu adalah untuk masa hadapan, sebagaimana dengan ayat al-Quran yang lain dimana Allah mengingatkan rasulNya bahawa tidaklah perlu bersusah yang amat sangat di dalam memberikan petunjuk kepada manusia, oleh kerana sebahagian dari mereka tidak akan dapat petunjuk, dan rasul tidaklah perlu bersusah hati mengenainya.

Sebagai rumusannya, kami telah berikan keterangan dari al-Quran, Hadith, Sejarah dan Nahu Arab, untuk menyokong fakta bahawa pada permulaan ayat dari surah tersebut TIDAKLAH merujuk kepada nabi Muhammad [sawa] dan orang yang mengerutkan muka pada si buta bukanlah nabi [sawa]. Kami juga menyatakan bahawa ayat 80:5-11 adalah
peringatan untuk waktu yang akan datang kepada nabi Muhammad bahawa menyampaikan kepada mereka yang kafir tidak akan berhasil, jika yang kafir tidak mahu mensucikan dirinya dan apabila sikafir menghina mereka yang beriman kerana tidak punya harta dan kurang kesihatan [cacat].

Ulasan Tambahan:

Seorang saudara dari golongan sunni mengatakan bahwa, ulama tafsir menulis, surah 80 telah diwahyukan selepas nabi cuba untuk menyakinkan empat orang Quraish yang terkemuka untuk memeluk Islam iaitu Utbah Ibn Rabi'ah, Abu Jahl (Amr Ibn Hisham), Umayyah Ibn Khalaf, dan saudaranya, Ubayy [tidak ada disebut Uthman Ibn Affan]. Lebih lagi, al-Qurtubi menyebut di dalam buku Tafsirnya bahawa ayat itu adalah ayat Madina [diwahyukan di Madinah] bererti bahawa Uthman telah memeluk Islam pada ketika itu.

Jawaban saya adalah seperti berikut: Kesemua Muslim telah bersetuju bahawa Surah Abasa [80] telah diwahyukan di Makah lama sebelum penghijrahan nabi ke Madinah. Lebih menarik lagi mereka telah mengesahkan bahawa Surah Abasa [80] telah diwahyukan `SEJURUS SELEPAS' Surah al-Najm [53] dimana Allah berkata nabi tidak berkata-kata dari kehendaknya!!! Sekali lagi berdasarkan dari sunni, Surah al-Najm adalah surah al-Quran yang ke 23 diwahyukan dan Surah Abasa adalah surah yang ke 24, dan keduanya adalah surah Makah yang terawal. Mungkin, apa al-Qurtubi telah sebutkan hanya sekadar untuk
memalingkan perhatian umum dari isu Uthman yang ditegur di dalam surah tersebut, dan dengan itu menyelamatkan kehormatannya dengan mengalihkan tuduhan itu kepada nabi [sawa]

Satu lagi kecacatan yang terdapat di dalam kenyataan diatas tadi adalah, bahawa dia berkata seorang dari pembesar Quraish itu adalah Abu Jahl. Apa yang Abu Jahl buat di Madinah? Tidakkah kamu tahu, wahai saudara, bahawa Abu Jahl tinggal di Makah, dan seorang dari musuh utama nabi, dan tidak pernah berpindah ke Madinah untuk bertemu
nabi, dan dia diantara mereka yang terbunuh di Peperangan Badr.

Mereka yang lain yang disebutkan dilaporan yang diatas: Utbah dan Umayyah juga terbunuh bersama ketua mereka, Abu Jahl, di dalam Peperangan Badr. Tiada dari mereka yang mempunyai peluang untuk bertemu dengan nabi [setelah penghijrahan nabi] melainkan di medan peperangan di Badr di mana jasad mereka telah dibawa keperigi yang terkenal itu.



Rujukan:
al-Mizan, oleh al-Tabataba'i (Arab), jilid 20, ms 222-224.
al-Jawhar al-Thameen fi Tafsir al-Kitab al-Mubeen, oleh Sayyid
Abdullah Shubbar, jilid 6, ms 363.
Perbahasan lebih lanjut boleh dibaca dari buku karangan Hussein al-
Habsyi bertajuk,"Nabi SAWA Bermuka Manis Tidak Bermuka Masam,"
Penerbitan al-Kautsar, Jakarta,1992.

Muhammad Rasulullah saww

Nama : Muhammad saww

Gelar : Al-Musthafa

Julukan : Abu Al-Qosim

Ayah : Abdullah bin Abdul Muththalib

lbu : Aminah binti Wahab

Tempat/Tgl. Lahir : Makkah, Senin, 12 Rabiul Awal

Hari/Tgl. Wafat : Senin, 28 Shofar Tahun 11 H.

Umur : 63 tahun

Makam : Madinah

Jumlah Anak : 7 orang, 3 laki-laki dan 4 perempuan

Anak laki-laki : Qosim, Abdullah dan lbrahim

Anak perempuan : Zainab, Ruqoiyah, Ummu Kaltsum, dan Fathimah.

Riwayat Hidup

Riwayat Hidup Nabi Muhammad saww di kala umat manusia dalam kegelapan dan kehilangan pegangan hidupnya lahirlah seorang bayi dan keluarga yang sederhana di kota Makkah, yang kelak akan membawa perubahan besar bagi sejarah peradaban manusia. Ayahandanya bernama Abdullah putra Abdul Muththalib yang wafat sebelum beliau dilahirkan 7 bulan. Kehadiran bayi itu disambut oleh kakeknya Abdul Muththalib dengan penuh kasih sayang dan kemudian bayi itu dibawanya ke kaki Ka'bah. Di tempat suci inilah bayi itu diberi nama Muhammad, suatu nama yang belum pernah ada sebelumnya.

Dan dalam usia enam tahun beliau juga kehilangan ibudanya yang tercinta, Aminah binti Wahab. Setelah kematian kedua orang tuanya, datuk beliau Abdul Muthalib mengambil alih pendidikan nya. Menjelang wafatnya, Abdul Muththalib menunjuk putranya, Abu Thalib, sebagai wali dari Nabi Muhammad saww. Beliau dikenal sebagai orang yang tampan, ramah, jujur dan suka menolong sesamanya. Dan pada usia 25 tahun, beliau menikah dengan seorang bangsawan nan rupawan, Khadijah binti Khuwailid. Pada usia 40 tahun, Muhammad saww mendapat wahyu dari Allah SWT dan diangkat sebagai Nabi untuk sekalian alam. Ketika itu beliau senantiasa merenung dalam kesunyian, memikirkan nasib umat manusia. Hingga datanglah Jibril a.s. dengan membawa berita gembira, lalu menyapa dan memerintahkan: "Bacalah dengan nama Tahanmu".

Kemudian Rasululullah saww mulai berdakwah mengajak kerabatnya menuju kepada pengesaan Allah SWT yang meniupakan asal muasal dari segala yang wujud. Khadijah, istrinya merupakan orang pertama dari kalangan kaum wanita yang mempercayai kenabiaannya. Sedang laki-laki pertama yang mengikuti dan mengimani ajarannya adalah, Ali bin Abi Thalib a.s. Selama tiga tahun Rasululullah saww berdakwah secara diam-diam di kalangan keluarganya dan setelah turun ayat 94 dari Surah Al-Hijr yang berbunyi: "Maka siarkanlah apa-apa yang diperintahkan Allah kepadamu dan herpalinglah dari orang-orang musyrik", Rasulullah saww mulai berdakwah secara terang-terangan.

Narnun, temyata kaum Qurays menolak ajakan suci dari Rasulullah saww, bahkan pamannya sendiri, Abu Lahab, termasuk salah seorang yang memusuhinya. Melihat permusuhan kaum Qurays pada beliau saww, pamannya, Abu Thalib, berkata: "Bagaimana rencanamu dalam menghadapi permusuhan ini, wahai kemenakanku? Akankah engkau menghentikan misimu?". Dengan spontanitas Rasululllah saww menjawab: "Wahai pamanku! Andai matahari diletakkan di tangan kiriku dan bulan di tangan kananku, agar aku menghentikan misi ini, sungguh aku tidak akan menghentikannya, hingga agama Allah ini meluas ke segala penjuru atau aku binasa karenanya".

Bagi Muhammad saww demi proyek Allah apapun boleh terjadi. Gangguan demi gangguan, penderitaan demi penderitaan. ejekan, fitnahan, cemoohan serta penganiayaan, telah mewarnai kehidupannya. Kaum Qurays bukan hanya mengganggu Rasulullah saww akan tetapi para sahahatnya seperti, Amar serta kedua orang tuanya, Bilal dan yang lainnya juga tidak luput dan penyiksaan dan penganiyayaan.

Melihat tingkah laku umatnya, khususnya kaum Qurays, Rasulullah saww sangat sedih sekali. Beliau saww yang dikenal sebagai pembawa rahmat, penuh belas kasih, terhiasi dengan kasih sayang, merasa sedih karena beliau tahu bahwa penolakan dan gangguan kaumnya itu lidak lain hanya akan mengakibatkan kesengsaraan dalam kehidupan mereka di dunia dan di akhirat . Kesedihan itu semakin bertambah ketika pada tahun kesepuluh dari kenabiaannya, istrinya, Khadijah, yang sangat menyanyanginya, yang membantu penyebaran misi Allah dengan harta dan jiwanya, yang selalu menghibur dan membahagiakan Rasulullah saww di saat beliau diganggu dan dianiaya oleh kaumnya, meninggal dunia. Tidak hanya itu, pamannya, Abu Thalib, yang memelihara sejak kecil hingga dewasa, yang selalu membela dengan jiwa dan raganya, juga meninggal dunia pada tahun yang sama.

Setelah kepergian dua orang terkemuka, pembela Rasululah saww dalam segala keadaan, gangguan kaum kalir Quraiys semakin menjadi-jadi. Dan pada tahun ke-13 dari kenabiannya, Rasulullah saww berhijrah ke kota Madinah, setelah kaum kafir Quraisy bersepakat untuk mcmbunuhnya. Di tempat hijrahnya itulah Rasulullah saww mulai mendapat sambutan, sehingga beliau mampu menyebarkan misi Allah dengan lebih leluasa dan mendirikan negara Islam di bawah pimpinan beliau sendiri.

Negara Islam yang masih muda belia itu dipaksa untuk menghadapi lantangan dan serangan yang datang dan kaum kafir Qurays Mekkah dan dan kaum Yahudi yang ada disekitar Madinah. Kemudian terjadilah peperangan-peperangan yang dipaksakan kepada negara Islam yang masih muda itu, oleh pihak-pihak yang tidak setuju terhadap misi suci yang dibawa oleh Nabi Muhammad saww. Peperangan itu berawal dan perang Badar, Uhud, Khandak dan peperangan yang lainnya. Berkat bantuan Allah, dan kepandaian Rasulullah dalam mengatur siasat serta berkat keberanian para sahabatnya, khususnya keluarganya seperti Hamzah bin Abdul Muthalib, Ja'far bin Abi Thalib, Ali bin Abi Thalib, akhirnya negara Islam yang baru didirikan itu mampu menahan segala serangan dan berdiri dengan kokoh. Setelah Rasulullah saww berhasil mendirikan negara Islam kemudian beliau memberikan pengajaran dan pengkaderan yang lebih kepada shabatnya.

Bukti keberhasilan yang beliau ajarkan adalah banyaknya para sahabat yang menjadi cerdik pandai dan yang paling pandai di antara sahabatnya adalah sepupunya sendiri yang sekaligus suami dari putrinya yaitu Ali bin Abi Thalib a. s. Karena banyaknya kegiatan yang beliau laksanakan, serta bertambahnya usia, menyebabkan kekuatan fisik beliau cepat menurun.

Akhirnya, tepat pada tanggal 28 Shafar tahun 11 H dalam usianya 63 tahun, Nabi suci, Nabi pilihan yang sekaligus penutup segala nabi yang sejak awal kehidupannya senantiasa mengabdikan diri pada Allah SWT, harus meninggalkan dunia fana ini menuiu ke hadirat Allah SWT. Beliau telah tiada, namun namanya tetap terukir indah sepanjang masa.

Sejarah Politik Rasul & Ahli Bait

Menjelang wafat Rasulullah saww, telah mewasiatkan tentang keberadaan Ali as. sebagai pengganti beliau saww. Sabdanya :

" Barang siapa yang menjadikan aku Nabinya maka Ali adalah pemimpinnya – Ya Allah pimpinlah orang yang menjadikannya pemimpin dan musuhilah orang yang menjadikannya musuh dan jangan hiraukan orang yang tidak menghiraukannya "

Ucapan beliau disampaikan di saat haji wada’ usai, di depan telaga khum yang mana saat itu rasul berhenti dan memanggil mereka yang sudah melewatinya di depan dan menunggu hingga semua kalangan yang ikut haji saat itu berkumpul seluruhnya. Dalam pada itu, Rasul mengaatakan apa yang diperintahkan al-Qur’an :

" Wahai Rasul sampaikan apa yang diturnkan Allah padamu – sekiranya tidak niscaya engkau tidak menyampaikan apa yang pernah diturnkan Allah padamu. Allah akan menjagamu dari ( rencana jahat) manusia " (Q.s. ).

Ayat tersebut menampakkan tugas Rasul terakhir yang dipandang setara dengan apa yang sebelumnya telah disampaikan sebelumnya. Padahal urusan sholat – puasa – zakat – haji dan mu’amalah sesama serta hukum-hukum lain telah ditunaikan secara sempurna oleh rasul, namun Allah tetap menganggapnya tidak cukup sebelum memproklamirkan kedudukan Ali as.

Hadir saat itu muslimin kurang lebih 125.000 jama’ah yang hadir. Rasul mengatakan kewajibana atas mereka yang mendengar untuk menyampaikannya pada yang belum mendengarnya – dari tyang hadir kepada yang tidak hadir saat itu. Atau yang belum lahir hingga penyampaian ini menjadi hujjah atas manusia seluruhnya.

Dalam hadist itu, yang diterima secara mutawatir dari kalangan dua mazhab besar – menampakkan suksesi rasulullah saww yang juga merupakan tugas kerasulannya telah ditunaikan rasulullah saww. Hal ini, karena rasul telah mengetahui rencana kekabilan yang akan timbul kelak sepeninggal beliau saww – kejahiliyahan yang telah dihilangkan selama da’wahnya akan timbul kembali dan membahayakan da’wah beliau saww. Itulah sebabnya Allah menganggap penting peristiwa itu, dengan memerintahkan rasul untuk mengangkat Ali as. dan mengukuhkannya. Bai’at pada Ali as. juga dilakukan di hadapan rasulullah saww.

Upaya-upaya Rasulullah menjelang wafat

Kondisi kesehatan Rasulullah saww semakin memburuk, kali ini beberapa sahabat mulai membicarakan kepemimpinan pengganti Nabi dengan menolak Ali as. dari golongan masing-masing. Dari itu, rasul yang mengetahuai apa yang akan terjadi – maka diutusnya pasukan yang dipimpin oleh Usamah dengan menyertakan orang- orang yang kelak menjadi biang keladi peristiwa saqifah. Dengan tegas Rasul mengatakan " terkutuk bagi mereka yang kembali dari pasukan Usamah ". Berbagai alasan ditimbulkan – dengan menganggap Usama masih terlampau muda untuk memimpin peperangan . Selain mereka berselisih dihadapan Rasul yang sedang sakit, membuat keadaan Rasul menjadi sedemikian parah. Hingga Rasul mengusir mereka yang berdebat di depannya. Ahal itu, yang membuat peristiwa Kamis kelabu atau yang dikenal dengan tragedi hari Kamis – 8 rabi’ul awwal dimana Rasul dicegah Umar untuk menuliskan wasi’at bagi kaum muslimin.

Akhirnya, pasukan Usamah diberangkatkan menuju mu’tah untuk melawan Romawi di Suriah. Beberapa tokoh-tokoh Anshor seperti Sa’ad bin Ubadah – Abu Bakar dan Umar disertakan dalam pasukan ini. Sebaliknya Ali as. dipertahankan Rasul untuk tetap di Madinah. Pasukan yang kemudian dipaksakan tetap berjalan kemudian kembali setelah mendengan wafatnya Rasulullah saww.

Inna lillahi wa inna ilaihi rajiun.
Salam padamu ya Rasulullah
aku bersaksi bahwa tiada tuhan melainkan Allah
dan telah engkau tunaikan tugas-tugasmu
Hingga menjelang hayatmu.
Pengingkaran yang terjadi
setelah engkau melakukan tugas
dan pilihan terbaik bagi walimu Ali as.

Rasulullah wafat

Rasul wafat dipangkuan Ali as. – beliau telah mewasi’atkan pada Ali as. untuk memandikan – mengkafani dan mengimami sholat jenazah Rasulullah saww hingga menguburkannya. Dari dalam rumah duka- makhluk terbaik ciptaan Allah SWT. Berita wafatnya Rasul segera menyebar di seluruh daerah muslimin dan orang kemudian berkerumun di depan pintu rumah Rasul. Abu bakar & Umar yang ikut dalam pasukan Usamah ikut kembali dan hadir di depan rumah Rasulullah saww. Sementara Abu Bakar masuk ke dalam rumah Rasul, Umar mengancam akan membunuh orang yang mengatakan Rasul telah wafat. Dalam pada itu, di tengah perasaan duka seperti itu, diikuti rasa dongkol atas sikap Umar. Sesaat kemudian Abu Bakar keluar dan berbisik-bisik sebentar dengan Umar – mengumumkan : " Inna lillahi wq inna ilaihi rajiun – siapa yang telah menyembah Allah sesungguhnya Allah hidup dan tidak mati – barang siapa menyembah Muhammad saww maka Muhammad telah wafat ". Mendengar hal itu, ekspresi Umar pun berubah tidak sebagaimana sebelumnya. Tak berselang beberapa lama, kedua orang ini keluar dari kerumunan dan menuju tempat di saqifah bani sa’idah meninggalkan jenazah Rasul. Menurut sejarah mereka berdua – tidak hadir pemakaman Rasulullah disebabkan kesibukannya di saqifah bani sa’idah.

Abu Bakar jadi Khalifah

Perdebatan di saqifah seperti isyarat Rasulullah saww, dimana kaum anshor hendak mengangkat ketuanya sa’ad bin ubadan dan kaum muhajirin demikian juga. Dengan menganggap keadaan yang tak menentu seperti itu, Umar dan Abu Bakar hadir seperti dengan skenario yang sudah dapat diperkirakan sebelumnya. Saat itu, Abu Bakar berpidato- yang isinya menyangkut bahwa pemimpin harus dari qurays – dan orang yang paling awal masuk Islam dan dekat dengan Rasulnya. Seluruh pidatonya seakan menunjuk dirinya sendiri. Akhirnya, terdengar salah seorang yang hadir mengatakan kriteria seperti itu, ada pada Ali as. Ali yang merupakan bani hasyim dan orang terdekat dengan Rasulnya – gemuruh ruangan dan berkecamuk hingga menimbulkan perkelahian yang mengakibatkan terbunuhnya Sa’ad bin Abu Ubadah. Dalam suasana mencekam – Abu Bakar dijadikan rujukan. Ucapannya kemudian, baiklah aku pilihkan pada kalian dua orang yang dapat kalian pilih yaitu Umar dan Abu Ubaidah bin al-Jarrah. Keduanya spontan berkata – tidak layak bagi kami selama Abu Bakar ada di tengah-tengah kami. Sehingga jelas nyata persekongkolan ketiganya.

Yang unik, dalam saqifah tak ada satupun bani hasyim yang hadir, sehingga dengan terpilihnya Abu Bakar saat itu – tanpa menyertakan bani hasyim yaitu kabilah rasulullah saww itu sendiri. Seusai pengangkatan Abu Bakar – kini saatnya membangun alasan pengangkatan dan pembenaran terhadap peristiwa saqifah itu yang dilakkukan intern. Alasan apapun tidak akan mendapat kekuatan sebelum Ali as. berbai’at sehingga akan menjadi bumerang dan syahnya pengangkatan. Ali as. yang mendengar peristiwa itu, saat penguburan Rasulullah saww bersabda :

"apa yang dikatakan kaum Anshar ? kami angkat seorang dari kami sebagai pemimpin dan kalian ( kaum Muhajirin) mengangkat seorang dari kalian sebagai pemimpin ! Mengapa kamu tidak berhujjah atas mereka bahwa Rasulullah saww. Telah berpesan agar berbuat baik dan memaafkan siapa diantara mereka yang berbuat salah ", tanya Imam Ali as. lagi. Hujjah apa yang terkandung dalam ucapan seperti itu ?Sekiranya mereka berhak atas kepemimpinan ummat ini, niscaya Rasulullah saww tidak perlu berpesan sepereti itu tentang mereka. Kemudian Imam Ali as. bertanya : Lalu apa yang dikatakan oleh orangt-orang qurays ? Mereka berhujjah bahwa qurays adalah pohon Rasulullah saww. Kalau begitu, mereka aberhujjah dengan pohonnya dan menelantarkan buahnya."

Sejak peristiwa itu, Ali as. menolak berbaiat pada Abu Bakar dan Umar. Sebagian kalangan menganggap persoalan tersebut adalah persoalan perbedaan pandangan politik dan kekuasaan – namun dalam pandangan Ahli bait tidak demikian. Jika Ali as. saat itu melakukan bai’at terhadap Abu Bakar – niscaya akan menyebabkan Ali as. merestui penyimpangan –penyimpangan yang terjadi. Namun sebaliknya, jika Ali as. melakukan penyerangan secara langsung terhadap Abu Bakar – sejarah akan berkata bahwa Ali as. telah rakus kekuasaan dan persoalan berubah menjadi persoalan politik kekuasaan bukan agama lagi. Dalam pada itu, orang yang paling tepat uintuk membela Ali as. dari kalangan ahli bait Nabi adalah Fatimah - istrinya.

Kemarahan Fatimah az-Zahra’ atas peristiwa saqifah – menunjukkan peranannya dalam menegakkan agama yang Ali adalah simbolnya. Pembelaan fatimah sudah kita ungkap sebelumnya dalam materi yang sudah bukan karena ahubungan keluarga semata a- melainkan penegakan agama itu sendiri. Dalam pada itu, Fatimah kemudian mendatangi rumah-rumah mereka yang hadir saat di Ghodir khum dan meminta bai’at mereka yang dahulu telah dilakukan pada Ali as. dihadapan Rasulullah . Berbagai alasan kemudian muncul 0 hingga kurang dari empat puluh orang yang tetap setia untuk bersaksi dihadapan Ali as. Melihat kampanye Fatimah yang demikian rupa- Umar kemudian mengepung rumah Fatimah bahkan menurut sejarah hendak membakarnya. Pintu rumah didobrak dengan keras sehingga Fatimah yang berada di balik pintu itu keguguran. Melihat hal itu Imam Ali as. ke belakang mengambil pedangnya dan mengejar Umar yang lari tunggang langgang. Peristiwa demi peristiwa menyakitkan hati Ahli bait mulai di saat harum jasad Rasulullah belum hilang dari rumah Ahli bait as.

Selang sepuluh hari setelah peristiwa saqifah – Fatimah meminta tanah fadak yang kelak akan dijadikan sebagai simbol perlawanan ahli bait as. terhadap Abu Bakar. Karena Fatimah tahu – pengangkatan Abu Bakar yanag tidak didasarkan oleh syare’at agama akan menghadapi banyak kendala-kendala yang tak mungkin diatasinya. Disinilah terjadi perdebatan yang kelak akan dimengerti mengapa Fatimah mempersoalkan fadak ini.

Tanah fadak ini, yang kemudian di masa Utsman diberikan pada Marwan bin Hakam – seorang sepupunya sendiri yang telah dilarang Rasulullah memasuki haramain dan dijadikan penasehat pribadi kekhilafahannya. Sejarah fadak yang dijadikan simbol perlawanan ahli bait terhadap dinasti Umayyah dimiliki para penguasa Umawiyah. Hingga masa Imam Ja’far as-Shodiq as. dimasa pemerintahan Umawi – Umar bin Abdul Aziz hendak dikembalikan pada cucu Fatimah ini. Imam Ja’far mengatakan daerah yang ditunjuk (Fadak itu) seluas kekuasaan Umar bin Abdul Aziz. Mengapa demikian – karena Fatimah memprotes tanah itu bukan karena rakus akan dunia seperti yang ditududhkan padanya, atau bagai mereka yang hendak menafikan kisah fadak dalam sejarah Ahli bait as.

Hingga sejarah terlampau besar untuk ditutupi – muslimin seluruh masa akan mengetahui pertengkaran Fatimah dengan Abu Bakar – dalam saat itu, seorang harus memilih yang benar dari yang salah. Itulah sebabnya, kemudian sebagian kalangan muslimin menutup persoalan dengan menganggapnya selesai dan tidak perlu diungkit-ungkit lagi karena mereka tahu persis apa yang terjadi dapat berdampak terhadap kekhalifahan Abu Bakar, Umar dan Ustman.

Fatimah wafat dalam keadaan marah pada kedua orang ini (Abu Bakar dan Umar) hingga hal itu tampak dalam wasi’at beliau as. Sejak itu, pergeseran nilai-nilai mulai terasa ketika hukum-hukum agama kehilangan rujukan dan agama mulai diada-adakan tidak lagi terjaga sebagaimana ketika rasul masih hidup.

I. Ali as. priode ketiga khalifah

Sepeninggal Fatimah as. – Ali as. tetap dianggap menjadi ancaman – kondisi muslimin menjadi takuta bertemu dengan Ali as. membuat Imam Ali as. tercegah untuk menyampaikan pandangan-pandangannya. Pada saat yang tepat – Ali as. kemudian dipaksakan berbai’at dan melakukannya. Hal ini merupakan pi lihannya yang terbaik dalam menjalankan tugas-tugas sepeninggal Rasulullah saww. Namun Ali as. menunjukkan pada ummat mendatang bahwa bai’atnya itu bukanlah bai’at karena tampak dengan tidak pernahnya Ali as. ikut berperang di masa kekhalifahan Abu Bakar, Umar dan Ustman. Hal ini, selintas kontradiktif antara bai’atnya dengan ketidakikutan serta berperang di bawah kepemimpinan "Abu Bakar – Umar dan Ustman ini. Seluruhnya menjadi pelajaran bagi manusia mendatang yang berfikir. Lalu apakah sebenarnya bai’at itu ?. Bai’at itu pengakuan seseorang secara merdeka tanpa adanya unsur paksaan untuk dipimpin. Sedangkan hal itu, tidak memenuhi syarat bagi bai’at Imam Ali as. bagaimana hal itu disebut sebagai bai’at. Sedangkan dari fihak Abu Bakar yang dibutuhkan adalah pengakuan dari masyarakat- sehingga apa yang dilakukan Ali as. melegakan hatinya – sehingga dapat melestarikan kekuasaan hingga kemudian dapat melakukan mekanisme sesuai dengan apa yang dikehendakinya dan di bawah kendalinya. Kemudian wafatnya, Abu Bakar-kekhalifahan berpindah pada Umar dengan proses yang berbeda dengan mekanisme pengangkatan dirinya. Terbunuhnya Umar – juga menunjukkan mekanisme pemilihan yang berbeda dengan dua khalifah sebelumnya.

Masa terakhir pemerintahan Ustman

Berbagai kebijaksanaan politik Ustman saat itu, dinilai terlampau berani sehingga banyak hal yang dahulu telah dilarang Rasulullah kini berubah . Marwan salah satunya, orang yang tergolong kaum tulaqo’ ( Islam saat terakhir kehidupan Rasulullah ) yang dilarang Rasul masuk Makkah dan Madinah kini bukan saja diizinkan masuk Makkah dan Madinah – tetapi diberi jabatan strategis sekretaris kekhilafahannya. Demikian Mu’awiyah yang mendapatkan jabatan luas di Syam di masa Umar bin Khottob kini mendapatkan areal yang lebih luas lagi. Sahabat-sahabat Nabi yang tinggal dan setia hidup miskin di penghujung Mu'’wiyah membangun istana hijau yang dibangun dari darah dan cawan-cawan keringat kaum muslimin. Ketimpangan sosial melupakan tugas dasar ummat Islam – yang mulai mabuk oleh keindahan duniawi. Ali as. tidak lagi didengar – nasehatnya ditinggalkan. Seluruhnya dampak atas apa yang terjadi sebelumnya – sejak ditinggalkannya wasi’at Rasulullah saww oleh kaum muslimin – berupa walinya Ali as. Dalam pada itu, fitnah terbesar muncul bukan dari luar tetapi dari dalam istana Ustman sendiri – oleh Marwan bin Hakam yang mencoreng luka sejarah dan berakibat terbunuhnya Ustman sendiri.

Arus kebencian mulai menyebar. Fitnah demikian banyak, politik lebih terarah pada kekuasaan bukan lagi memenangkan nilai-nilai akhlak rasulullah saww dan berbagai penyimpangan untuk pembenaran aqidah kekuasaan hingga syare’at dan akhlak mulai ampuh meracuni muslimin saat itu.

Dalam keadaan demikian orang mulai merasakan betapa tingginya peranan seorang Imam yang bijaksana dan melirik pada Ali as. Disaat kekacauan sudah merata seperti itu, sekelompok orang mendesak Ali as. untuk tampil memimpin. Untuk beberapa saat Ali as. menolak – dan khawatir akan menjadi kesinambaungan sikap dengan garis yang muncul di saqifah. Saqifah telah berbunga – kuncupnya telah dirasakan dengan ketimpangan dan bid’ah yang bertebaran di seantero jajaran jazirah muslimin. Kali ini, tugas berat Imam Ali as. adalah memutus garis simpang yang bertolak dari saqifah bani sa’idah yang dahulu jarang dirasakan banyak kalangan dan sedikitnya orang memiliki kepekaan terhadap sikap Fatimah az-Zahra’.

Masa Pemerintahan Ali as.

Ibarat mengumpulkan dan menyisihkan puing-puing, Imam Ali as. melakukan kerja berat ketika menjadi khalifah. Berbeda dengan pengangkatan Abu Bakar yang dipilih atas upaya bertiga dengan Abu Ubaidah bin Jarrah – Umar dan dirinya, sehingga melalui mekanisme syura’ seakan sepakat memilihnya. Kemudian Umar dipilih Abu Bakar melalui wasi’at dan memproklamirkan dirinya di masjid sedangkan Ustman dipoling dengan mekanisme yang diatur Umar lewat seakan tidak melupakan Ali as. guna menghindarkan polemik bagi pecinta-pecinta Ahli bait dalam pengangkatan Ustman setelah wafatnya. Terlebih lagi Ali as. disyaratkan saat itu, untuk meneruskan garis haluan kekhalifahan sebelumnya yang pasti akan ditolaknya. Kini kekacauan akan ditimpakan pada Ali as. sehingga sejarah dapat menyalahkan sikapnya kelak bila melangkah salah. Maka guna memutuskan hubungan dengan kekhalifahan sebelumnya Ali as. memecat seluruh pejabat yang pernah diangkat oleh Ustman. Para politisi yang menganggp sikap Imam ali as. ini berbahaya – tetap tidak dihiraukan – karena inilah bentuk demonstratif yang dapat dijadikan bukti bahwa Ali as. menolak kekhalifahan sebelumnya – dan tidak ada alasan bagi yang akan menghubungkannya dengan ketiga khalifah sebelumnya. Ini dilakukan ketika tiba hujjah pada beliau yang dipaksa untuk dibai’at di depan kaum muslimin yang menyatakan setia pada beliau as. Termasuk didalamnya Talhah dan Zubair yang kelak bergabung Aisyah memerangi Ali as.

Belum beberapa saat, Mu’awiyyah yang merasa terancam kedudukannya dengan naiknya Ali as. sebagai khalifah – mulai memainkan peran dengan alasan menuntut bela kematian Ustman. Seakan Ali as. yang telah melakukan pembunuhan terhadap Ustman. Jauh hari Imam Ali as. melihat hal ini, maka oapini Mu’awiyyah menjadi mandul karena saat terbunuhnya Ustman- kedua pautra Ali as. – Al-Hasanain ikut menjaga pintu gerbang agar tidak terjadinya pembunuhan itu. Akhirnya, persoalan diarahkan untuk mengusut tentang siapa yang membunuh Ustman – harus diselidiki sehingga muslimin lega. Semua adalah upaya penekanan terhadap Imam Ali as. agar disibukkan oleh persoalan internal sehingga dapat dilakukan penyerang terhadapnya dengan alasan-alasan yang diisukannya. Belum lagi opini itu berkembang- Mu’awiyyah berhasil memanfaatkan Aisyah untuk memerangi Ali as. dengan alasan isu politiknya yang sama – menuntut bela kematian Ustman. Talhah dan Zubair yang semula berbai’at tiba-tiba berbalik karena harapan-harapan untuk beroleh kesempatan dalam jabatannya telah pupus dengan melihat sikap Imam Ali as. yang non- kompromistis.

Perang Jamal meletus, Mu’awiyyah berharap Aisyah terbunuh. Sehingga dapat tersebar bahwa Ali as. telah membunuh istri Nabi. Namun kelicikan seperti itu, telah dimengerti Ali as. -–kekalahan pasukan Aisyah dalam perang Jamal tidak sampai terbunuhnya Aisyah. Berbagai upaya penekanan politik dan penyebaran keburukan sikap tidak dapat dilakukan pada Imam Ali as. Kini saatnya – Mu’awiyyah harus berhadapan dengan Imam Ali as. dalam pertempuran di Shiffin.

Meletusnya perang Shiffin merupakan puing terakhir yang seharusnya dapat tersingkirnya kotoran sejarah - kabut yang menyelimuti cahaya Islam terbongkar. Namun dalam keadaan pertarungan seperti itu, Mu’awiyyah atas usulan Amru bin Ash mengangkat Al-Qur’an sebagai simbol perdamaian di saat pasukannya terdesak. Hal ini dilakukan karena pengalaman Mu-awiyyah terhadap sikap-sikap muslimin sebelumnya sehingga dapat menciptakkan perpecahan dari pasukan Ali as. Benar apa yang terjadi- Imam Ali as. menyeru pasukannya untuk terus melawan pasukan Mu’awiyyah yang sedikit lagi akan menemui kekalahan. Tetapi tidak, pasukan Ali as. yang terlena pada hal0hyal dhohiri – tidak melihat apa yang dipikirkan oleh Imam. Akhirnya, pasukan Ali as. lah yang memaksa pertikaian di Shiffin dihentikan – yang akhirnya Imam Ali as. secara terpaksa harus menerima keadaan pahit atas pengingkaran terhadap dirinya yang sebelumnya telah juga dilakukan ummat ini pada Rasulnya dihadapannya. Kali ini, Imam Ali as. sadar sepenuhnya selaku pemimpin Islam jika terbunuh oleh pasukannya sendiri akan mencoreng agama Islam nantinya, itulah paksaan yang ditimpakan pada Ali as.

Belum cukup dengan penerimaan damai, utusan damai dari fihak Ali as. dipaksakan pada Abu Musa Al-Asy’ari – orang tua yang lemah tak mampu berdiplomasi dan lugu. Dari fihak Mu’awiyyah – Amru bin Ash yang penuh dengan kelicikan. Untuk ketiga kalinya setelah Saqifah – pemaksaan berhenti perang- Ali as. dipaksakan menerima Abu Musa Al-Asy’ari ini. Dengan lembut Amru bin Ash menyanjung Abu Musa dalam pertemuan itu, sebagai orang yang banyak ibadahnya dan taatnya pada Rasulullah – sehingga dapat diputuskan untuk menurunkan kedudukan Ali dan Mu’awiyyah dalam jabatan kekhalifahan untuk kemudian diserahkan urusan ini pada kaum muslimin. Abu Musa yang lugu setuju terhadap usulan yang dianggapnya seimbang ini. Ketika depan khalayak – untuk mengumumkan – Amru bin Ash mempersilahkan Abu Musa untuk memulai pembicaraan kesepakatannya itu . Setelah dirinya, mewakili Ali as. dan menurunkannya-kini saatnya bagi Amru bin Ash yang tidak menurunkan Mu’awiyyah melainkan mengukuhkannya. Fitnah besar kemudian terjadi-timbullah Khawarij sejak peristiwa itu, berbagai opini di tengah-tengah muslimin kembali kepangkuan Mu’awiyyah . Hingga dalam waktu yang singkat – Ali kembali diberi kasus untuk menyelesaikan persoalan intern pasukannya. Kali ini, keadaan demikian parah sehingga kaum khawarij berkumpul menyusun kekuatan melawan Imam Ali as. Mereka yang dahulu menjadi pengikut Ali as. kini menjadi orang yanag memusuhi Ali as. karena hasutan opini yang diperankan Mu’awiyyah dari Syam.

Perang yang berat yang dirasakan Imam Ali as. ialan peperangannya melawan khawarijh ini, sehingga untuk sementara Mu’awiyyah disisihkan dalam kasus pertarungan–pertarungan. Dalam masa perang Nahrawan itu, Ali as. dibunuh oleh kaum khawaraij – Abdurrahman ibnu Muljam l.a – yang berada dalam rekayasa Mu’awiyyah. Kini Ali as. telah menunaikan tugas berat di masa-masa hidupnya sepeninggal Rasulullah saww.

Inna lillahi wa inna ilaihi rajiun
Salamsejahtera atasmu wahai abal hasan – amirul mu’minin – Ali as
Aku bersaksi – bahwa engkau yang pertama dalamIslam
Yang membela rasulnya di saat semuanya menentangnya
Aku bersaksi – engkau saudara rasul yang paling dicintainya
Yang melunasi hutang (pelanjut) misi rasulnya
Tugas berat dipundakmu telah usai engkau lakukan dengan sempurnya
Salam kami wahai abal hasan pada rasulullah
Yang telah engkau tegakkan garisnya melalui sikapmu sejak di Saqifah
Hingga pemnbersihan misi rasul itu
Dalam perang jamal – shiffin dan nahrawan

Hasan bin Ali bin Abi Thalib as.

Sebagaimana telah diuraikan di atas- keadaan setelah nahrawan – pasukan Imam Ali menjadi porak poranda – hingga tersisa sedikit pasukan Imam yang tersisa. Kini Mu’awiyyah dapat leluasa memerintah dengan kesewenang-wenangannya- namun masih belum berani secara terbuka menentang Islam. Karenanya opini yang dimainkan dengan melaknati Ali bin Abi Thalib di masjid-masjid. Hal ini karena kehendak Mu’awiyyah hilangnya pengaruh Ali as. pada kurun waktu sehingga dapat melestarikan kekuasaan dan membangun dinasti Umawiyyah-seperti yang pernah direncanakan oleh ayahnya Abu Sufyan dan kakek-kakeknya.

Namun sebelum seluruh ahli bait as. habis di muka bumi, maka ancaman itu masih ada bagi mereka. Pertama kali, setelah syahidnya Imam Ali as. , al-Hasan yang diminta berbai’at kepadanya. Al-Hasan mengalami keadaan yang mirip di masa Saqifah dalam bentuk yang berbeda. Jika masa Saqifah – ayahnya Ali as. tidak beroleh dukungan yang cukup dari ummatnya- kini dukungan padanya dari sisa pengikut ayahnya tidak memadai lagi – terlebih mereka sudah capai berperang. Sekali lagi-pemimpin Islam yang dibunuh oleh pengikutnya sendiri merupakan aib besar yang mencoreng sejarah agama itu sendiri. Karenanya, al-Hasan bersedia suluh dengan Mu’awiyyah – bukan karena takut terbunuh atau lainnya melainkan melakukan strategi kembalil yang pernah dilakukan ayahn ya setelah wafat ibunya Fatimah az-Zahra’ as. Al-Hasan bersedia damai dengan syarat-syarat yang diantaranya Mu’awiyyah harus menghentikan laknatannya pada ayahnya Ali as. Hal itu diterima dan kemudian diingkarinya sendiri. Bagi Mu’awiyyah pelaknatan pada Ali itu diterima dan kemudian diingkarinya sendiri. Bagi Mu’awiyyah pelaknatan pada Ali as. akan melangsungkan kekuasaannya – jika tidak niscaya simpatik ummat ini akan kembali pada Ahli bait as. Demikian juga syarat-syarat lain yang diajukan – merupakan statement politik Imam Hasan yang dianggap membahayakan posisi Mu’awiyyah di masa mendatang. Karena itu, usaha membunuh Imam Hasan dilakukan oleh Mu’awiyyah setelah upaya melokalisasi gerakan Imam Hasan menemui kegagalan-kegagalan. Jangan sampai dirinya melakukan pembunuhan terbuka pada al-Hasan merupakan alasan utama sehingga dapat membahayakan kekuasaannya di masa-masa mendatang. Melalui kaki tangannya – al-Hasan kemudian diracun dan menemui syahadahnya.

Inna lillahi wa inna ilaihi raji’un
Salam sejahtera padamu wahai aba Muhammad – al-Hasan
Peranmu yang utama adalah suluh yang membuat garis Ali as. tidak terputus
Juga peranmu dalam menghidupkan semangat baru bagi pengikut adikmu
al-Husein
Aku bersaksi bahwa engkau telah bertugas sebagaimana tugas yang diperankan
Kakek-mu Rasulullah – Ibumu Fatimah az-Zahra’ as. serta Ali as. ayahmu
Salamku pada Rasulullah – Fatimah dan Ali as.
Kami berjanji untuk setia menegakkan apa yang telah engkau tegakkan
Hingga kami semua berjumpa disisimu beserta ayah, ibu dan kakekmu Rasulullah

I. Husein bin Ali bin Abi Thalib as.

Sepeninggal Imam Hasan as. muslimin tidak lagi menganggap ahli bait as. perlu memperjuangkan kekuasaan. Imam Husein di masa Mu’awiyyah tidak dipaksakan untuk berbai’at sebagaiman kakaknya al-Hasan as. Terlebih ketika diminta pendapat-melalui surat ancaman Mu’awiyyah pada al-Husein as. yang menunjukkan kekhawatiran Mu’awiyyah jika al-Husein akan bangkit melawan pemerintahannya. Al-Husein as. membalas dengan tegas- bahwa pandangannya sama dengan pandangan dan pendapat kakaknya al-Hasan.

Selang beberapa waktu, al-Husein as. setelah menguburkan abangnya menghabiskan waktu untuk mengajar kaum muslimin. Dari istana, Mu’awiyyah uzur dan jatuh sakit. Dalam pada itu, Mu’awiyyah melakukan wasi’at yang merupakan tindakan fatalnya, yaitu mengangkat Yazid anaknya sebagai penggantinya. Tindakan inilah yang kemudian mengakhiri rencana panjang kebusukannya. Walau telah dinasehatkan dalam wasi’atnya pada Yazid untuk tidak melakukan peperangan terbuka pada al-Husein as. yang akan meruntuhkan apa yang telah dicita-citakan kakek-kakeknya hingga ayahnya Mu’awiyyah l.a. Tetapi Yazid yang pemabuk dan tidak mengenali politik sedikitpun akhirnya melakukan kecerobohan besar yang membongkar apa yang selama ini terselubung.

Karbala meletus-sejarah terbongkar-aib-aib terbuka – apa yang selama ini terselimuti terbuka lebar. Kisah sejarah membuktikan ahli bait as. yang senantiasa setia pada Rasulullah saww berhadapan dengan musuh-musuh Islam yang berkedok pakaian Islam dan kekhalifahan selama ini. Semua menjadi sulit untuk ditutupi sehingga kelak akan menjadi bukti garis Rasulullah yang dikaburkan dan disimpangkan dari masa ke masa. Itulah sebabnya rasul bersabda :

" Husein dari aku dan aku dari al-Husein "

terlebih sikap al-Husein as. membuat pengikutnya bersih dari kepentingan-kepentingan duniawi, jabatan dan kekuasaan. Melalui jalan kemerdekaan dan kerelaan, Yazid yang tak memahami sedikitpun apa yang dicucapkan al-Husein as. kemudian menjadi cemoohan sejarah dan laknatan. Jika dahulu muslimin tidak tahu mengapa harus melaknati Ali as., kini mereka sadar dan berbalik melaknati Mu’awiyyah dan p ohon kesesatan-putra-putra iblis berwajahkan manusia. Inilah keberhasilan di balik kisah Karbala’. Al-Husein telah berhasil membongkar apa yang ditunggu oleh ibunya Fatimah dengan protes di Fadak- Ali as. di shiffin dan nahrawan sereta persiapan yang dilakukan abangnya al-Hasan as. Kini mereka berkumpyul kembali dengan Rasulullah saww. Atas garis perjuangan Islam yang telah mereka lakukan sesuai dengan tugas menjaga Islam.

Inna lillahi wa inna ilaihi rajia’un
Salam sejahtera padamu Husein as.
Salam sejashtera padamu wahai Ali – ibnul Husein as.
Salam sejahtera padamu wahai putra-putra al-Husein as.
Salam sejahtera padamu wahai keluarga al-Husein as.
Salam sejahtera padamu wahai sahabat-sahabat al-Husein di Karbala’
Kalian semua telah berjuang di jalan Allah
Menegakkan garis Rasulullah yang disimpangkan
Kami senantiasa berjanji setia untuk beserta dalam garismyu
Tegak menegakkan apa yang telah digariskan kakekmu melaluimu
Dan imam-imam setelahmu
Agar kami dapat berkumpul kelak dengan kalian semua
Wahai putera-putera Rasulullah