Minggu, 28 Juni 2009

Hans Küng tentang Kenabian Muhammad


Berabad-abad sudah pihak Yahudi dan Kristen memandang sebelah mata terhadap Nabi Muhammad dan agama yang dibawanya. Bukan hanya itu, Muhammad juga jadi bulan-bulanan dengan berbagai cacian dan kalimat jorok yang menyakitkan. Berbeda dari mereka, umat Islam menempatkan Nabi Musa dan Nabi Isa pada posisi mulia, sejajar dengan posisi nabi akhir zaman itu. Bahkan dalam Konsili Vatikan II, yang berupaya menghormati umat Islam, tidak ada satu kata pun yang menyebut nama Muhammad.
Hans Kung






Dalam kaitan inilah kita melihat keberanian Hans Küng untuk menyimpang secara radikal dari pandangan umumnya teolog Katolik dan Kristen. Di mata mantan pastor Katolik asal Swiss ini, Muhammad adalah seorang nabi. Sejak 1979, Küng dikucilkan dari lingkaran Vatikan dengan pencabutan lisensi mengajar (missio canonica)-nya sebagai teolog Katolik. Sebabnya cukup mendasar: Küng mempertanyakan posisi ma'sum (keadaan tak dapat salah) paus dan perlunya reformasi Gereja Katolik.

Seakan-akan tidak menghiraukan segala larangan itu, Küng terus saja berkarya sampai usianya semakin lanjut (sekarang 81) sebagai profesor teologi ekumenikal di Universitas Tübingen (Jerman) dan Presiden Yayasan Etika Global. Karya tulisnya cukup banyak, umumnya dalam ranah teologi Katolik dan filsafat.

Telah terbit pula karyanya tentang Islam dengan judul Islam: Past, Present & Future (Oneworld, Oxford, 2007, 800 halaman). Buku setebal ini patut dihargai, sekalipun ditulis oleh seorang yang bukan Islamisis dan tidak mengerti bahasa Arab. Pengetahuannya tentang warisan klasik karya-karya Islam memang sangat terbatas. Sekalipun ramuan analisisnya berdasarkan sumber-sumber kedua, potret yang ditampilkannya tentang Islam, asal-usul, dan mengapa umat Islam dalam posisi seperti sekarang ini cukup komprehensif. Tujuan utama karya ini adalah agar pengikut agama-agama Musa, Isa, dan Muhammad sama-sama bersedia membuka diri dalam dialog positif, konstruktif, dan terbuka.

Bagi saya sebagai seorang muslim, tawaran dialog Küng itu sudah menjadi bagian dari riwayat hidup, dan saya tidak menemukan kesulitan apa-apa dengan acuan: ''Bersaudara dalam perbedaan, dan berbeda dalam persaudaraan.'' Adapun tentang masalah-masalah mendasar teologis, antara Islam dan Kristen terutama, memang sulit bertemu. Karena itu, kita serahkan kepada Allah untuk menyelesaikannya nanti di akhirat. Yang penting, di dunia para pemeluk agama-agama ini jangan terus berkelahi, saling menuding, dan bermusuhan. Untuk apa kita membuang energi spiritual dan intelektual bagi sesuatu yang tidak mungkin menemukan solusi yang tuntas di dunia ini. Cukuplah sudah darah ditumpahkan pada masa lalu saja.

Perbuatan bodoh itu jangan diulang untuk masa kini dan masa yang akan datang. Energi religiusitas harus kita kerahkan untuk menyelamatkan dunia modern dari harakiri peradaban, siapa pun yang melakukan!

Dalam membandingkan posisi Muhammad antara Mekkah dan Madinah, Küng menulis: ''Sebagai mantan orang luar, sekarang ia secara tiba-tiba menjadi bertanggung jawab, pemimpin komunitas, dan dulunya dari golongan minoritas yang hampir tidak ditoleransi di Mekkah, sekarang menjadi mayoritas yang berkuasa.'' Komentar lain tentang karya ini, kita baca: ''Di sebuah dunia di mana pemahaman kita tentang politik global memerlukan sebuah pengetahuan tentang Islam, studi tangkas, menyakinkan, dan komprehensif ini adalah sebuah tempat yang sempurna untuk menjadi titik awal.''

Mengenai kenabian Muhammad, menurut Küng, butir-butir berikut ini harus diakui:

- Orang Arab pada abad ke-7 dengan baik mendengarkan dan mengikuti suara Muhammad.

- Dalam perbandingan dengan politeisme yang sangat bercorak duniawi agama-agama kuno Arabia sebelum Muhammad, agama rakyat telah terangkat pada suatu tingkat yang sepenuhnya baru, dalam format monoteisme yang murni.

- Umat Islam pertama menerima dari Muhammad --atau, lebih baik, dari Al-Quran-- inspirasi tanpa batas, keberanian, dan kekuatan bagi titik tolak sebuah agama baru: sebuah titik tolak menuju kebenaran yang lebih besar dan pemahaman yang lebih dalam, menuju sebuah terobosan dalam menguatkan (merevitalisasi) dan membarui tradisi agama.

Pada hakikatnya, Muhammad, dulu dan kini, di dunia Arab, dan bagi banyak yang lain, adalah seorang pembaru agama, pemberi hukum, dan pemimpin; ia adalah nabi dengan sendirinya (the prophet per se). Akhirnya kesimpulan Küng tentang Muhammad dalam tulisannya yang lebih awal pada 1992 adalah sebagai berikut:

"Saya pikir, bagi penduduk Arabia, kenabian Muhammad telah mendorong kemajuan yang dahsyat. Apa pun yang kita lakukan sebagai orang Kristen terhadap fakta ini, kita mesti menegaskan bahwa ia telah bertindak sebagai seorang nabi dan memang ia seorang nabi. Saya tidak melihat bagaimana kita dapat menghindari kesimpulan bahwa dalam cara mereka mencari keselamatan, umat Islam mengikuti seorang nabi penentu bagi mereka."

Ahmad Syafii Maarif
Guru Besar Sejarah, Pendiri Maarif Institute