Menjelang wafat Rasulullah saww, telah mewasiatkan tentang keberadaan Ali as. sebagai pengganti beliau saww. Sabdanya :
" Barang siapa yang menjadikan aku Nabinya maka Ali adalah pemimpinnya – Ya Allah pimpinlah orang yang menjadikannya pemimpin dan musuhilah orang yang menjadikannya musuh dan jangan hiraukan orang yang tidak menghiraukannya "
Ucapan beliau disampaikan di saat haji wada’ usai, di depan telaga khum yang mana saat itu rasul berhenti dan memanggil mereka yang sudah melewatinya di depan dan menunggu hingga semua kalangan yang ikut haji saat itu berkumpul seluruhnya. Dalam pada itu, Rasul mengaatakan apa yang diperintahkan al-Qur’an :
" Wahai Rasul sampaikan apa yang diturnkan Allah padamu – sekiranya tidak niscaya engkau tidak menyampaikan apa yang pernah diturnkan Allah padamu. Allah akan menjagamu dari ( rencana jahat) manusia " (Q.s. ).
Ayat tersebut menampakkan tugas Rasul terakhir yang dipandang setara dengan apa yang sebelumnya telah disampaikan sebelumnya. Padahal urusan sholat – puasa – zakat – haji dan mu’amalah sesama serta hukum-hukum lain telah ditunaikan secara sempurna oleh rasul, namun Allah tetap menganggapnya tidak cukup sebelum memproklamirkan kedudukan Ali as.
Hadir saat itu muslimin kurang lebih 125.000 jama’ah yang hadir. Rasul mengatakan kewajibana atas mereka yang mendengar untuk menyampaikannya pada yang belum mendengarnya – dari tyang hadir kepada yang tidak hadir saat itu. Atau yang belum lahir hingga penyampaian ini menjadi hujjah atas manusia seluruhnya.
Dalam hadist itu, yang diterima secara mutawatir dari kalangan dua mazhab besar – menampakkan suksesi rasulullah saww yang juga merupakan tugas kerasulannya telah ditunaikan rasulullah saww. Hal ini, karena rasul telah mengetahui rencana kekabilan yang akan timbul kelak sepeninggal beliau saww – kejahiliyahan yang telah dihilangkan selama da’wahnya akan timbul kembali dan membahayakan da’wah beliau saww. Itulah sebabnya Allah menganggap penting peristiwa itu, dengan memerintahkan rasul untuk mengangkat Ali as. dan mengukuhkannya. Bai’at pada Ali as. juga dilakukan di hadapan rasulullah saww.
Upaya-upaya Rasulullah menjelang wafat
Kondisi kesehatan Rasulullah saww semakin memburuk, kali ini beberapa sahabat mulai membicarakan kepemimpinan pengganti Nabi dengan menolak Ali as. dari golongan masing-masing. Dari itu, rasul yang mengetahuai apa yang akan terjadi – maka diutusnya pasukan yang dipimpin oleh Usamah dengan menyertakan orang- orang yang kelak menjadi biang keladi peristiwa saqifah. Dengan tegas Rasul mengatakan " terkutuk bagi mereka yang kembali dari pasukan Usamah ". Berbagai alasan ditimbulkan – dengan menganggap Usama masih terlampau muda untuk memimpin peperangan . Selain mereka berselisih dihadapan Rasul yang sedang sakit, membuat keadaan Rasul menjadi sedemikian parah. Hingga Rasul mengusir mereka yang berdebat di depannya. Ahal itu, yang membuat peristiwa Kamis kelabu atau yang dikenal dengan tragedi hari Kamis – 8 rabi’ul awwal dimana Rasul dicegah Umar untuk menuliskan wasi’at bagi kaum muslimin.
Akhirnya, pasukan Usamah diberangkatkan menuju mu’tah untuk melawan Romawi di Suriah. Beberapa tokoh-tokoh Anshor seperti Sa’ad bin Ubadah – Abu Bakar dan Umar disertakan dalam pasukan ini. Sebaliknya Ali as. dipertahankan Rasul untuk tetap di Madinah. Pasukan yang kemudian dipaksakan tetap berjalan kemudian kembali setelah mendengan wafatnya Rasulullah saww.
Inna lillahi wa inna ilaihi rajiun.
Salam padamu ya Rasulullah
aku bersaksi bahwa tiada tuhan melainkan Allah
dan telah engkau tunaikan tugas-tugasmu
Hingga menjelang hayatmu.
Pengingkaran yang terjadi
setelah engkau melakukan tugas
dan pilihan terbaik bagi walimu Ali as.
Rasulullah wafat
Rasul wafat dipangkuan Ali as. – beliau telah mewasi’atkan pada Ali as. untuk memandikan – mengkafani dan mengimami sholat jenazah Rasulullah saww hingga menguburkannya. Dari dalam rumah duka- makhluk terbaik ciptaan Allah SWT. Berita wafatnya Rasul segera menyebar di seluruh daerah muslimin dan orang kemudian berkerumun di depan pintu rumah Rasul. Abu bakar & Umar yang ikut dalam pasukan Usamah ikut kembali dan hadir di depan rumah Rasulullah saww. Sementara Abu Bakar masuk ke dalam rumah Rasul, Umar mengancam akan membunuh orang yang mengatakan Rasul telah wafat. Dalam pada itu, di tengah perasaan duka seperti itu, diikuti rasa dongkol atas sikap Umar. Sesaat kemudian Abu Bakar keluar dan berbisik-bisik sebentar dengan Umar – mengumumkan : " Inna lillahi wq inna ilaihi rajiun – siapa yang telah menyembah Allah sesungguhnya Allah hidup dan tidak mati – barang siapa menyembah Muhammad saww maka Muhammad telah wafat ". Mendengar hal itu, ekspresi Umar pun berubah tidak sebagaimana sebelumnya. Tak berselang beberapa lama, kedua orang ini keluar dari kerumunan dan menuju tempat di saqifah bani sa’idah meninggalkan jenazah Rasul. Menurut sejarah mereka berdua – tidak hadir pemakaman Rasulullah disebabkan kesibukannya di saqifah bani sa’idah.
Abu Bakar jadi Khalifah
Perdebatan di saqifah seperti isyarat Rasulullah saww, dimana kaum anshor hendak mengangkat ketuanya sa’ad bin ubadan dan kaum muhajirin demikian juga. Dengan menganggap keadaan yang tak menentu seperti itu, Umar dan Abu Bakar hadir seperti dengan skenario yang sudah dapat diperkirakan sebelumnya. Saat itu, Abu Bakar berpidato- yang isinya menyangkut bahwa pemimpin harus dari qurays – dan orang yang paling awal masuk Islam dan dekat dengan Rasulnya. Seluruh pidatonya seakan menunjuk dirinya sendiri. Akhirnya, terdengar salah seorang yang hadir mengatakan kriteria seperti itu, ada pada Ali as. Ali yang merupakan bani hasyim dan orang terdekat dengan Rasulnya – gemuruh ruangan dan berkecamuk hingga menimbulkan perkelahian yang mengakibatkan terbunuhnya Sa’ad bin Abu Ubadah. Dalam suasana mencekam – Abu Bakar dijadikan rujukan. Ucapannya kemudian, baiklah aku pilihkan pada kalian dua orang yang dapat kalian pilih yaitu Umar dan Abu Ubaidah bin al-Jarrah. Keduanya spontan berkata – tidak layak bagi kami selama Abu Bakar ada di tengah-tengah kami. Sehingga jelas nyata persekongkolan ketiganya.
Yang unik, dalam saqifah tak ada satupun bani hasyim yang hadir, sehingga dengan terpilihnya Abu Bakar saat itu – tanpa menyertakan bani hasyim yaitu kabilah rasulullah saww itu sendiri. Seusai pengangkatan Abu Bakar – kini saatnya membangun alasan pengangkatan dan pembenaran terhadap peristiwa saqifah itu yang dilakkukan intern. Alasan apapun tidak akan mendapat kekuatan sebelum Ali as. berbai’at sehingga akan menjadi bumerang dan syahnya pengangkatan. Ali as. yang mendengar peristiwa itu, saat penguburan Rasulullah saww bersabda :
"apa yang dikatakan kaum Anshar ? kami angkat seorang dari kami sebagai pemimpin dan kalian ( kaum Muhajirin) mengangkat seorang dari kalian sebagai pemimpin ! Mengapa kamu tidak berhujjah atas mereka bahwa Rasulullah saww. Telah berpesan agar berbuat baik dan memaafkan siapa diantara mereka yang berbuat salah ", tanya Imam Ali as. lagi. Hujjah apa yang terkandung dalam ucapan seperti itu ?Sekiranya mereka berhak atas kepemimpinan ummat ini, niscaya Rasulullah saww tidak perlu berpesan sepereti itu tentang mereka. Kemudian Imam Ali as. bertanya : Lalu apa yang dikatakan oleh orangt-orang qurays ? Mereka berhujjah bahwa qurays adalah pohon Rasulullah saww. Kalau begitu, mereka aberhujjah dengan pohonnya dan menelantarkan buahnya."
Sejak peristiwa itu, Ali as. menolak berbaiat pada Abu Bakar dan Umar. Sebagian kalangan menganggap persoalan tersebut adalah persoalan perbedaan pandangan politik dan kekuasaan – namun dalam pandangan Ahli bait tidak demikian. Jika Ali as. saat itu melakukan bai’at terhadap Abu Bakar – niscaya akan menyebabkan Ali as. merestui penyimpangan –penyimpangan yang terjadi. Namun sebaliknya, jika Ali as. melakukan penyerangan secara langsung terhadap Abu Bakar – sejarah akan berkata bahwa Ali as. telah rakus kekuasaan dan persoalan berubah menjadi persoalan politik kekuasaan bukan agama lagi. Dalam pada itu, orang yang paling tepat uintuk membela Ali as. dari kalangan ahli bait Nabi adalah Fatimah - istrinya.
Kemarahan Fatimah az-Zahra’ atas peristiwa saqifah – menunjukkan peranannya dalam menegakkan agama yang Ali adalah simbolnya. Pembelaan fatimah sudah kita ungkap sebelumnya dalam materi yang sudah bukan karena ahubungan keluarga semata a- melainkan penegakan agama itu sendiri. Dalam pada itu, Fatimah kemudian mendatangi rumah-rumah mereka yang hadir saat di Ghodir khum dan meminta bai’at mereka yang dahulu telah dilakukan pada Ali as. dihadapan Rasulullah . Berbagai alasan kemudian muncul 0 hingga kurang dari empat puluh orang yang tetap setia untuk bersaksi dihadapan Ali as. Melihat kampanye Fatimah yang demikian rupa- Umar kemudian mengepung rumah Fatimah bahkan menurut sejarah hendak membakarnya. Pintu rumah didobrak dengan keras sehingga Fatimah yang berada di balik pintu itu keguguran. Melihat hal itu Imam Ali as. ke belakang mengambil pedangnya dan mengejar Umar yang lari tunggang langgang. Peristiwa demi peristiwa menyakitkan hati Ahli bait mulai di saat harum jasad Rasulullah belum hilang dari rumah Ahli bait as.
Selang sepuluh hari setelah peristiwa saqifah – Fatimah meminta tanah fadak yang kelak akan dijadikan sebagai simbol perlawanan ahli bait as. terhadap Abu Bakar. Karena Fatimah tahu – pengangkatan Abu Bakar yanag tidak didasarkan oleh syare’at agama akan menghadapi banyak kendala-kendala yang tak mungkin diatasinya. Disinilah terjadi perdebatan yang kelak akan dimengerti mengapa Fatimah mempersoalkan fadak ini.
Tanah fadak ini, yang kemudian di masa Utsman diberikan pada Marwan bin Hakam – seorang sepupunya sendiri yang telah dilarang Rasulullah memasuki haramain dan dijadikan penasehat pribadi kekhilafahannya. Sejarah fadak yang dijadikan simbol perlawanan ahli bait terhadap dinasti Umayyah dimiliki para penguasa Umawiyah. Hingga masa Imam Ja’far as-Shodiq as. dimasa pemerintahan Umawi – Umar bin Abdul Aziz hendak dikembalikan pada cucu Fatimah ini. Imam Ja’far mengatakan daerah yang ditunjuk (Fadak itu) seluas kekuasaan Umar bin Abdul Aziz. Mengapa demikian – karena Fatimah memprotes tanah itu bukan karena rakus akan dunia seperti yang ditududhkan padanya, atau bagai mereka yang hendak menafikan kisah fadak dalam sejarah Ahli bait as.
Hingga sejarah terlampau besar untuk ditutupi – muslimin seluruh masa akan mengetahui pertengkaran Fatimah dengan Abu Bakar – dalam saat itu, seorang harus memilih yang benar dari yang salah. Itulah sebabnya, kemudian sebagian kalangan muslimin menutup persoalan dengan menganggapnya selesai dan tidak perlu diungkit-ungkit lagi karena mereka tahu persis apa yang terjadi dapat berdampak terhadap kekhalifahan Abu Bakar, Umar dan Ustman.
Fatimah wafat dalam keadaan marah pada kedua orang ini (Abu Bakar dan Umar) hingga hal itu tampak dalam wasi’at beliau as. Sejak itu, pergeseran nilai-nilai mulai terasa ketika hukum-hukum agama kehilangan rujukan dan agama mulai diada-adakan tidak lagi terjaga sebagaimana ketika rasul masih hidup.
I. Ali as. priode ketiga khalifah
Sepeninggal Fatimah as. – Ali as. tetap dianggap menjadi ancaman – kondisi muslimin menjadi takuta bertemu dengan Ali as. membuat Imam Ali as. tercegah untuk menyampaikan pandangan-pandangannya. Pada saat yang tepat – Ali as. kemudian dipaksakan berbai’at dan melakukannya. Hal ini merupakan pi lihannya yang terbaik dalam menjalankan tugas-tugas sepeninggal Rasulullah saww. Namun Ali as. menunjukkan pada ummat mendatang bahwa bai’atnya itu bukanlah bai’at karena tampak dengan tidak pernahnya Ali as. ikut berperang di masa kekhalifahan Abu Bakar, Umar dan Ustman. Hal ini, selintas kontradiktif antara bai’atnya dengan ketidakikutan serta berperang di bawah kepemimpinan "Abu Bakar – Umar dan Ustman ini. Seluruhnya menjadi pelajaran bagi manusia mendatang yang berfikir. Lalu apakah sebenarnya bai’at itu ?. Bai’at itu pengakuan seseorang secara merdeka tanpa adanya unsur paksaan untuk dipimpin. Sedangkan hal itu, tidak memenuhi syarat bagi bai’at Imam Ali as. bagaimana hal itu disebut sebagai bai’at. Sedangkan dari fihak Abu Bakar yang dibutuhkan adalah pengakuan dari masyarakat- sehingga apa yang dilakukan Ali as. melegakan hatinya – sehingga dapat melestarikan kekuasaan hingga kemudian dapat melakukan mekanisme sesuai dengan apa yang dikehendakinya dan di bawah kendalinya. Kemudian wafatnya, Abu Bakar-kekhalifahan berpindah pada Umar dengan proses yang berbeda dengan mekanisme pengangkatan dirinya. Terbunuhnya Umar – juga menunjukkan mekanisme pemilihan yang berbeda dengan dua khalifah sebelumnya.
Masa terakhir pemerintahan Ustman
Berbagai kebijaksanaan politik Ustman saat itu, dinilai terlampau berani sehingga banyak hal yang dahulu telah dilarang Rasulullah kini berubah . Marwan salah satunya, orang yang tergolong kaum tulaqo’ ( Islam saat terakhir kehidupan Rasulullah ) yang dilarang Rasul masuk Makkah dan Madinah kini bukan saja diizinkan masuk Makkah dan Madinah – tetapi diberi jabatan strategis sekretaris kekhilafahannya. Demikian Mu’awiyah yang mendapatkan jabatan luas di Syam di masa Umar bin Khottob kini mendapatkan areal yang lebih luas lagi. Sahabat-sahabat Nabi yang tinggal dan setia hidup miskin di penghujung Mu'’wiyah membangun istana hijau yang dibangun dari darah dan cawan-cawan keringat kaum muslimin. Ketimpangan sosial melupakan tugas dasar ummat Islam – yang mulai mabuk oleh keindahan duniawi. Ali as. tidak lagi didengar – nasehatnya ditinggalkan. Seluruhnya dampak atas apa yang terjadi sebelumnya – sejak ditinggalkannya wasi’at Rasulullah saww oleh kaum muslimin – berupa walinya Ali as. Dalam pada itu, fitnah terbesar muncul bukan dari luar tetapi dari dalam istana Ustman sendiri – oleh Marwan bin Hakam yang mencoreng luka sejarah dan berakibat terbunuhnya Ustman sendiri.
Arus kebencian mulai menyebar. Fitnah demikian banyak, politik lebih terarah pada kekuasaan bukan lagi memenangkan nilai-nilai akhlak rasulullah saww dan berbagai penyimpangan untuk pembenaran aqidah kekuasaan hingga syare’at dan akhlak mulai ampuh meracuni muslimin saat itu.
Dalam keadaan demikian orang mulai merasakan betapa tingginya peranan seorang Imam yang bijaksana dan melirik pada Ali as. Disaat kekacauan sudah merata seperti itu, sekelompok orang mendesak Ali as. untuk tampil memimpin. Untuk beberapa saat Ali as. menolak – dan khawatir akan menjadi kesinambaungan sikap dengan garis yang muncul di saqifah. Saqifah telah berbunga – kuncupnya telah dirasakan dengan ketimpangan dan bid’ah yang bertebaran di seantero jajaran jazirah muslimin. Kali ini, tugas berat Imam Ali as. adalah memutus garis simpang yang bertolak dari saqifah bani sa’idah yang dahulu jarang dirasakan banyak kalangan dan sedikitnya orang memiliki kepekaan terhadap sikap Fatimah az-Zahra’.
Masa Pemerintahan Ali as.
Ibarat mengumpulkan dan menyisihkan puing-puing, Imam Ali as. melakukan kerja berat ketika menjadi khalifah. Berbeda dengan pengangkatan Abu Bakar yang dipilih atas upaya bertiga dengan Abu Ubaidah bin Jarrah – Umar dan dirinya, sehingga melalui mekanisme syura’ seakan sepakat memilihnya. Kemudian Umar dipilih Abu Bakar melalui wasi’at dan memproklamirkan dirinya di masjid sedangkan Ustman dipoling dengan mekanisme yang diatur Umar lewat seakan tidak melupakan Ali as. guna menghindarkan polemik bagi pecinta-pecinta Ahli bait dalam pengangkatan Ustman setelah wafatnya. Terlebih lagi Ali as. disyaratkan saat itu, untuk meneruskan garis haluan kekhalifahan sebelumnya yang pasti akan ditolaknya. Kini kekacauan akan ditimpakan pada Ali as. sehingga sejarah dapat menyalahkan sikapnya kelak bila melangkah salah. Maka guna memutuskan hubungan dengan kekhalifahan sebelumnya Ali as. memecat seluruh pejabat yang pernah diangkat oleh Ustman. Para politisi yang menganggp sikap Imam ali as. ini berbahaya – tetap tidak dihiraukan – karena inilah bentuk demonstratif yang dapat dijadikan bukti bahwa Ali as. menolak kekhalifahan sebelumnya – dan tidak ada alasan bagi yang akan menghubungkannya dengan ketiga khalifah sebelumnya. Ini dilakukan ketika tiba hujjah pada beliau yang dipaksa untuk dibai’at di depan kaum muslimin yang menyatakan setia pada beliau as. Termasuk didalamnya Talhah dan Zubair yang kelak bergabung Aisyah memerangi Ali as.
Belum beberapa saat, Mu’awiyyah yang merasa terancam kedudukannya dengan naiknya Ali as. sebagai khalifah – mulai memainkan peran dengan alasan menuntut bela kematian Ustman. Seakan Ali as. yang telah melakukan pembunuhan terhadap Ustman. Jauh hari Imam Ali as. melihat hal ini, maka oapini Mu’awiyyah menjadi mandul karena saat terbunuhnya Ustman- kedua pautra Ali as. – Al-Hasanain ikut menjaga pintu gerbang agar tidak terjadinya pembunuhan itu. Akhirnya, persoalan diarahkan untuk mengusut tentang siapa yang membunuh Ustman – harus diselidiki sehingga muslimin lega. Semua adalah upaya penekanan terhadap Imam Ali as. agar disibukkan oleh persoalan internal sehingga dapat dilakukan penyerang terhadapnya dengan alasan-alasan yang diisukannya. Belum lagi opini itu berkembang- Mu’awiyyah berhasil memanfaatkan Aisyah untuk memerangi Ali as. dengan alasan isu politiknya yang sama – menuntut bela kematian Ustman. Talhah dan Zubair yang semula berbai’at tiba-tiba berbalik karena harapan-harapan untuk beroleh kesempatan dalam jabatannya telah pupus dengan melihat sikap Imam Ali as. yang non- kompromistis.
Perang Jamal meletus, Mu’awiyyah berharap Aisyah terbunuh. Sehingga dapat tersebar bahwa Ali as. telah membunuh istri Nabi. Namun kelicikan seperti itu, telah dimengerti Ali as. -–kekalahan pasukan Aisyah dalam perang Jamal tidak sampai terbunuhnya Aisyah. Berbagai upaya penekanan politik dan penyebaran keburukan sikap tidak dapat dilakukan pada Imam Ali as. Kini saatnya – Mu’awiyyah harus berhadapan dengan Imam Ali as. dalam pertempuran di Shiffin.
Meletusnya perang Shiffin merupakan puing terakhir yang seharusnya dapat tersingkirnya kotoran sejarah - kabut yang menyelimuti cahaya Islam terbongkar. Namun dalam keadaan pertarungan seperti itu, Mu’awiyyah atas usulan Amru bin Ash mengangkat Al-Qur’an sebagai simbol perdamaian di saat pasukannya terdesak. Hal ini dilakukan karena pengalaman Mu-awiyyah terhadap sikap-sikap muslimin sebelumnya sehingga dapat menciptakkan perpecahan dari pasukan Ali as. Benar apa yang terjadi- Imam Ali as. menyeru pasukannya untuk terus melawan pasukan Mu’awiyyah yang sedikit lagi akan menemui kekalahan. Tetapi tidak, pasukan Ali as. yang terlena pada hal0hyal dhohiri – tidak melihat apa yang dipikirkan oleh Imam. Akhirnya, pasukan Ali as. lah yang memaksa pertikaian di Shiffin dihentikan – yang akhirnya Imam Ali as. secara terpaksa harus menerima keadaan pahit atas pengingkaran terhadap dirinya yang sebelumnya telah juga dilakukan ummat ini pada Rasulnya dihadapannya. Kali ini, Imam Ali as. sadar sepenuhnya selaku pemimpin Islam jika terbunuh oleh pasukannya sendiri akan mencoreng agama Islam nantinya, itulah paksaan yang ditimpakan pada Ali as.
Belum cukup dengan penerimaan damai, utusan damai dari fihak Ali as. dipaksakan pada Abu Musa Al-Asy’ari – orang tua yang lemah tak mampu berdiplomasi dan lugu. Dari fihak Mu’awiyyah – Amru bin Ash yang penuh dengan kelicikan. Untuk ketiga kalinya setelah Saqifah – pemaksaan berhenti perang- Ali as. dipaksakan menerima Abu Musa Al-Asy’ari ini. Dengan lembut Amru bin Ash menyanjung Abu Musa dalam pertemuan itu, sebagai orang yang banyak ibadahnya dan taatnya pada Rasulullah – sehingga dapat diputuskan untuk menurunkan kedudukan Ali dan Mu’awiyyah dalam jabatan kekhalifahan untuk kemudian diserahkan urusan ini pada kaum muslimin. Abu Musa yang lugu setuju terhadap usulan yang dianggapnya seimbang ini. Ketika depan khalayak – untuk mengumumkan – Amru bin Ash mempersilahkan Abu Musa untuk memulai pembicaraan kesepakatannya itu . Setelah dirinya, mewakili Ali as. dan menurunkannya-kini saatnya bagi Amru bin Ash yang tidak menurunkan Mu’awiyyah melainkan mengukuhkannya. Fitnah besar kemudian terjadi-timbullah Khawarij sejak peristiwa itu, berbagai opini di tengah-tengah muslimin kembali kepangkuan Mu’awiyyah . Hingga dalam waktu yang singkat – Ali kembali diberi kasus untuk menyelesaikan persoalan intern pasukannya. Kali ini, keadaan demikian parah sehingga kaum khawarij berkumpul menyusun kekuatan melawan Imam Ali as. Mereka yang dahulu menjadi pengikut Ali as. kini menjadi orang yanag memusuhi Ali as. karena hasutan opini yang diperankan Mu’awiyyah dari Syam.
Perang yang berat yang dirasakan Imam Ali as. ialan peperangannya melawan khawarijh ini, sehingga untuk sementara Mu’awiyyah disisihkan dalam kasus pertarungan–pertarungan. Dalam masa perang Nahrawan itu, Ali as. dibunuh oleh kaum khawaraij – Abdurrahman ibnu Muljam l.a – yang berada dalam rekayasa Mu’awiyyah. Kini Ali as. telah menunaikan tugas berat di masa-masa hidupnya sepeninggal Rasulullah saww.
Inna lillahi wa inna ilaihi rajiun
Salamsejahtera atasmu wahai abal hasan – amirul mu’minin – Ali as
Aku bersaksi – bahwa engkau yang pertama dalamIslam
Yang membela rasulnya di saat semuanya menentangnya
Aku bersaksi – engkau saudara rasul yang paling dicintainya
Yang melunasi hutang (pelanjut) misi rasulnya
Tugas berat dipundakmu telah usai engkau lakukan dengan sempurnya
Salam kami wahai abal hasan pada rasulullah
Yang telah engkau tegakkan garisnya melalui sikapmu sejak di Saqifah
Hingga pemnbersihan misi rasul itu
Dalam perang jamal – shiffin dan nahrawan
Hasan bin Ali bin Abi Thalib as.
Sebagaimana telah diuraikan di atas- keadaan setelah nahrawan – pasukan Imam Ali menjadi porak poranda – hingga tersisa sedikit pasukan Imam yang tersisa. Kini Mu’awiyyah dapat leluasa memerintah dengan kesewenang-wenangannya- namun masih belum berani secara terbuka menentang Islam. Karenanya opini yang dimainkan dengan melaknati Ali bin Abi Thalib di masjid-masjid. Hal ini karena kehendak Mu’awiyyah hilangnya pengaruh Ali as. pada kurun waktu sehingga dapat melestarikan kekuasaan dan membangun dinasti Umawiyyah-seperti yang pernah direncanakan oleh ayahnya Abu Sufyan dan kakek-kakeknya.
Namun sebelum seluruh ahli bait as. habis di muka bumi, maka ancaman itu masih ada bagi mereka. Pertama kali, setelah syahidnya Imam Ali as. , al-Hasan yang diminta berbai’at kepadanya. Al-Hasan mengalami keadaan yang mirip di masa Saqifah dalam bentuk yang berbeda. Jika masa Saqifah – ayahnya Ali as. tidak beroleh dukungan yang cukup dari ummatnya- kini dukungan padanya dari sisa pengikut ayahnya tidak memadai lagi – terlebih mereka sudah capai berperang. Sekali lagi-pemimpin Islam yang dibunuh oleh pengikutnya sendiri merupakan aib besar yang mencoreng sejarah agama itu sendiri. Karenanya, al-Hasan bersedia suluh dengan Mu’awiyyah – bukan karena takut terbunuh atau lainnya melainkan melakukan strategi kembalil yang pernah dilakukan ayahn ya setelah wafat ibunya Fatimah az-Zahra’ as. Al-Hasan bersedia damai dengan syarat-syarat yang diantaranya Mu’awiyyah harus menghentikan laknatannya pada ayahnya Ali as. Hal itu diterima dan kemudian diingkarinya sendiri. Bagi Mu’awiyyah pelaknatan pada Ali itu diterima dan kemudian diingkarinya sendiri. Bagi Mu’awiyyah pelaknatan pada Ali as. akan melangsungkan kekuasaannya – jika tidak niscaya simpatik ummat ini akan kembali pada Ahli bait as. Demikian juga syarat-syarat lain yang diajukan – merupakan statement politik Imam Hasan yang dianggap membahayakan posisi Mu’awiyyah di masa mendatang. Karena itu, usaha membunuh Imam Hasan dilakukan oleh Mu’awiyyah setelah upaya melokalisasi gerakan Imam Hasan menemui kegagalan-kegagalan. Jangan sampai dirinya melakukan pembunuhan terbuka pada al-Hasan merupakan alasan utama sehingga dapat membahayakan kekuasaannya di masa-masa mendatang. Melalui kaki tangannya – al-Hasan kemudian diracun dan menemui syahadahnya.
Inna lillahi wa inna ilaihi raji’un
Salam sejahtera padamu wahai aba Muhammad – al-Hasan
Peranmu yang utama adalah suluh yang membuat garis Ali as. tidak terputus
Juga peranmu dalam menghidupkan semangat baru bagi pengikut adikmu
al-Husein
Aku bersaksi bahwa engkau telah bertugas sebagaimana tugas yang diperankan
Kakek-mu Rasulullah – Ibumu Fatimah az-Zahra’ as. serta Ali as. ayahmu
Salamku pada Rasulullah – Fatimah dan Ali as.
Kami berjanji untuk setia menegakkan apa yang telah engkau tegakkan
Hingga kami semua berjumpa disisimu beserta ayah, ibu dan kakekmu Rasulullah
I. Husein bin Ali bin Abi Thalib as.
Sepeninggal Imam Hasan as. muslimin tidak lagi menganggap ahli bait as. perlu memperjuangkan kekuasaan. Imam Husein di masa Mu’awiyyah tidak dipaksakan untuk berbai’at sebagaiman kakaknya al-Hasan as. Terlebih ketika diminta pendapat-melalui surat ancaman Mu’awiyyah pada al-Husein as. yang menunjukkan kekhawatiran Mu’awiyyah jika al-Husein akan bangkit melawan pemerintahannya. Al-Husein as. membalas dengan tegas- bahwa pandangannya sama dengan pandangan dan pendapat kakaknya al-Hasan.
Selang beberapa waktu, al-Husein as. setelah menguburkan abangnya menghabiskan waktu untuk mengajar kaum muslimin. Dari istana, Mu’awiyyah uzur dan jatuh sakit. Dalam pada itu, Mu’awiyyah melakukan wasi’at yang merupakan tindakan fatalnya, yaitu mengangkat Yazid anaknya sebagai penggantinya. Tindakan inilah yang kemudian mengakhiri rencana panjang kebusukannya. Walau telah dinasehatkan dalam wasi’atnya pada Yazid untuk tidak melakukan peperangan terbuka pada al-Husein as. yang akan meruntuhkan apa yang telah dicita-citakan kakek-kakeknya hingga ayahnya Mu’awiyyah l.a. Tetapi Yazid yang pemabuk dan tidak mengenali politik sedikitpun akhirnya melakukan kecerobohan besar yang membongkar apa yang selama ini terselubung.
Karbala meletus-sejarah terbongkar-aib-aib terbuka – apa yang selama ini terselimuti terbuka lebar. Kisah sejarah membuktikan ahli bait as. yang senantiasa setia pada Rasulullah saww berhadapan dengan musuh-musuh Islam yang berkedok pakaian Islam dan kekhalifahan selama ini. Semua menjadi sulit untuk ditutupi sehingga kelak akan menjadi bukti garis Rasulullah yang dikaburkan dan disimpangkan dari masa ke masa. Itulah sebabnya rasul bersabda :
" Husein dari aku dan aku dari al-Husein "
terlebih sikap al-Husein as. membuat pengikutnya bersih dari kepentingan-kepentingan duniawi, jabatan dan kekuasaan. Melalui jalan kemerdekaan dan kerelaan, Yazid yang tak memahami sedikitpun apa yang dicucapkan al-Husein as. kemudian menjadi cemoohan sejarah dan laknatan. Jika dahulu muslimin tidak tahu mengapa harus melaknati Ali as., kini mereka sadar dan berbalik melaknati Mu’awiyyah dan p ohon kesesatan-putra-putra iblis berwajahkan manusia. Inilah keberhasilan di balik kisah Karbala’. Al-Husein telah berhasil membongkar apa yang ditunggu oleh ibunya Fatimah dengan protes di Fadak- Ali as. di shiffin dan nahrawan sereta persiapan yang dilakukan abangnya al-Hasan as. Kini mereka berkumpyul kembali dengan Rasulullah saww. Atas garis perjuangan Islam yang telah mereka lakukan sesuai dengan tugas menjaga Islam.
Inna lillahi wa inna ilaihi rajia’un
Salam sejahtera padamu Husein as.
Salam sejashtera padamu wahai Ali – ibnul Husein as.
Salam sejahtera padamu wahai putra-putra al-Husein as.
Salam sejahtera padamu wahai keluarga al-Husein as.
Salam sejahtera padamu wahai sahabat-sahabat al-Husein di Karbala’
Kalian semua telah berjuang di jalan Allah
Menegakkan garis Rasulullah yang disimpangkan
Kami senantiasa berjanji setia untuk beserta dalam garismyu
Tegak menegakkan apa yang telah digariskan kakekmu melaluimu
Dan imam-imam setelahmu
Agar kami dapat berkumpul kelak dengan kalian semua
Wahai putera-putera Rasulullah